Rabu 03 Mar 2021 19:21 WIB

Poin Investasi Miras tak Cukup Hanya Dicabut dari Perpres

Presiden harus menerbitkan perpres baru yang berisi perubahan dalam Perpres 10/2021.

Presiden Jokowi menyatakan mencabut lampiran soal investasi miras di perpres, Selasa (2/3)
Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi menyatakan mencabut lampiran soal investasi miras di perpres, Selasa (2/3)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Febrianto Adi Saputro, Novitan Intan, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menghapus lampiran poin dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur tentang pembukaan investasi industri minuman keras (miras) yang mengandung alkohol. Namun, langkah pencabutan lampiran ini dinilai belum cukup.

Baca Juga

Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pencabutan ketentuan tentang investasi minuman keras dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal harus diikuti dengan penerbitan peraturan baru yang merevisi peraturan tersebut.

"Presiden harus menerbitkan peraturan presiden baru yang berisi perubahan atas peraturan tersebut, khususnya menghilangkan ketentuan lampiran yang terkait dengan minuman keras," kata Yusril Ihza saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/3).

Yusril mengatakan, dengan penerbitan peraturan baru yang merevisi Perpres Bidang Usaha Penanaman Modal, persoalan pengaturan investasi minuman keras tersebut telah resmi dihapus dari norma hukum positif di Indonesia. Sementara, ketentuan-ketentuan lain yang memberikan kemudahan terhadap investasi dalam peraturan tersebut, Yusril memandang tidak mengandung masalah yang serius sehingga tidak perlu segera direvisi.

Terkait penolakan terhadap bagian tentang investasi minuman keras dalam Peraturan Presiden Bidang Usaha Penanaman Modal, Yusril menilai, itu merupakan hal yang wajar di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Baca juga : Cabut Investasi Miras, Mahfud: Pemerintah tak Alergi Kritik

"Di negara sekuler seperti Filipina saja, Gloria Macapagal Arroyo ketika menjabat sebagai presiden pernah memveto pengesahan RUU tentang Kontrasepsi yang telah disetujui senat, karena mempertimbangkan Gereja Katolik Filipina yang menentang keluarga berencana karena dianggap tidak sejalan dengan doktrin," kata Yusril.

Bila di negara yang mengaku sekuler ternyata pertimbangan keagamaan tetap menjadi hal yang penting, Yusril mengatakan, negara yang berdasarkan Pancasila seharusnya berbuat lebih daripada itu. Menurut Yusril, keyakinan keagamaan wajib dipertimbangkan dalam negara merumuskan kebijakan apa pun.

Langkah tersebut tidak akan otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, tetapi tetap menjadi negara yang berdasarkan Pancasila. "Saya kira, di negara yang berdasarkan Islam pun, pengaturan bagi kepentingan pemeluk-pemeluk agama selain Islam tetap ada. Hak warga negara selain Muslim wajib dilindungi dan dijamin negara yang berdasarkan Islam," ujarnya pula.

Senada dengan Yusril, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva meminta pemerintah bergerak cepat untuk segera menerbitkan revisi Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Tokoh yang juga menjabat Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam ini memandang, pencabutan lampiran terkait investasi miras yang disampaikan Presiden Jokowi pada Selasa (2/3) perlu diikuti dengan penegasan berupa revisi beleid terkait.

"Presiden tentu harus membuat perubahan perpres 10/2021, yaitu dengan melakukan perubahan pada bagian lampiran yang mencantumkan investasi bidang usaha dengan syarat tertentu khusus investasi minuman keras dihapus, yaitu pada butir 31,32, dan 32," kata Hamdan saat dihubungi, Rabu (3/3).

Baca juga : MUI Apresiasi Pemerintah Soal Pencabutan Investasi Miras

Poin mengenai investasi miras memang tertuang dalam lampiran III perpres butir 31 sampai 33, dengan rincian untuk industri miras mengandung alkohol, industri minuman anggur, dan industri minuman mengandung malt. Untuk ketiga sektor industri itu, investasi bisa dilakukan di Provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua.

Namun, Hamdan menambahkan bahwa Presiden Jokowi masih perlu memperhatikan poin lain mengenai perdagangan eceran dan kaki lima untuk miras atau minuman beralkohol. Hal ini diatur dalam butir 44 dan 45, lampiran III Perpres 21 tahun 2021. Menurutnya, presiden juga perlu menegaskan bahwa tidak hanya investasinya saja yang ditutup, tetapi juga perdagangan ecerannya dilarang.

"Harus ada ketegasan juga untuk bidang usaha perdagangan eceran dan kali lima minuman keras yang tidak ditegaskan oleh presiden pada pernyataan lisannya. Seharusnya dihapus juga butir 44 dan 45 lampiran. Karena, kalau tidak dihapus, membuat distribusi minuman keras tumbuh di mana-mana," ujar Hamdan.

photo
Investasi minuman keras (miras) berpeluang masuk ke semua provinsi (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement