REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah
Sosok 'King Maker' dalam perkara suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra sampai saat ini masih menjadi misteri. Pengadilan pun tak mampu mengungkap siapa sosok yang disebut sebagai pengendali utama dalam perkara Djoko Tjandra.
Istilah 'King Maker' pertama kali diungkap oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Pada Jumat, 18 September 2020 lalu, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyambangi gedung KPK guna menyampaikan sejumlah dokumen setebal sekitar 200 halaman yang merupakan sejumlah bukti terkait perkara Djoko Tjandra termasuk adanya sosok 'King Maker'.
Boyamin menduga 'King Maker' adalah orang yang pertama kali mempertemukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, perantara bernama Rahmat, dan Djoko Tjandra. Akan tetapi, belakangan, sosok ini diduga justru menjadi pihak yang membongkar kasus masuknya Djoko Tjandra ke wilayah Indonesia.
Sosok yang disebut sebagai 'King Maker' itu pun pernah disebut dalam sidang terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari pada Senin (9/11/2020). Saat itu, Jaksa penuntut umum (JPU) KMS Roni mengonfirmasi pernyataan Pinangki yang menyinggung soal 'King Maker' kepada seorang pengusaha bernama Rahmat selaku saksi. Diketahui, Rahmat juga merupakan teman dari Djoko Tjandra.
“Pada pertemuan 19 November 2019, apakah benar terdakwa Pinangki memberikan penjelasan ke Djoko Tjandra mengenai langkah-langkah yang harus dilalui Djoko Tjandra dengan mengatakan 'Nanti Bapak ditahan dulu sementara sambil saya urus dengan 'King Maker'', tapi Pinangki tidak menjelaskan siapa 'King Maker' itu?,” tanya Roni kepada Rahmat kala itu.
"Iya benar," jawab Rahmat.
Kepada Jaksa, Rahmat mengatakan, setelah pertemuan pada 19 November 2019, Djoko Tjandra mengeluh kepadanya mengenai permintaan Pinangki yang mencapai 100 juta dollar tersebut. Apalagi, berdasarkan rencana Pinangki, Djoko harus ditahan terlebih dahulu.
Baca juga : Demokrat, Marzuki Alie dan Rencana KLB di Bali
"'Biayanya kok mahal sekali Mat. Minta 100 juta dolar AS, sudah begitu saya ditahan juga', lalu saudara mengatakan 'Waduh saya tidak tahu Pak', apakah keterangan ini benar?,” tanya Roni saat membacakan BAP yang kemudian dibenarkan oleh Rahmat.
Jaksa kembali mempertanyakan kepada Rahmat ihwal asal-usul permintaan 100 juta dolar AS tersebut. Namun, Rahmat mengaku tak mengetahuinya. Rahmat juga mengaku tidak tahu saat ditanya Jaksa mengenai kesepakatan akhir antara Djoko Tjandra dan Pinangki yang menjadi 10 juta dolar AS.
Menanggapi kesaksian Rahmat, kuasa hukum Pinangki Sirna Malasari, Jefri Moses, membantah bahwa kliennya pernah menyebut ada sosok 'King Maker'.
"Mbak Pinangki enggak pernah menyebut itu sama sekali ('King Maker')," kata Jefri.
Menurut Jefri, istilah 'King Maker' tidak pernah muncul dalam pemeriksaan kliennya. Pihaknya mengaku baru mengetahui istilah tersebut dari berita acara pemeriksaan (BAP) saksi Rahmat.
"Semua istilah itu enggak pernah muncul salam pemeriksaan Mbak Angki (Pinangki). Nah kami baru tahu bahasa 'King Maker' justru pada saat membaca BAP-nya Rahmat ini," tutur dia.
Dalam amar putusan Pinangki yang dibacakan beberapa waktu lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebut benar adanya sosok tersebut. Ia diduga memiliki keterkaitan dengan action plan untuk pengurusan fatwa MA. Namun, pengadilan tidak mampu mengungkap sosok tersebut.
"Menimbang bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata Ketua Majelis Hakim, Ignasius Eko Purwanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2) lalu.
Disebutkan dalam amar putusan, bahwa selama proses persidangan majelis hakim sudah berusaha menggali keterangan dari tersangka ataupun para saksi. Namun, sosok 'King Maker' hanya sempat diperbincangkan oleh Jaksa Pinangki ketika bertemu dengan Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Rahmat.
Hakim berpendapat, Pinangki menutup-nutupi istilah ‘Bapakku-Bapakmu’, dan ‘King Maker’, serta inisial-inisial lain dalam proposal fatwa MA. Padahal Pinangki, selama persidangan kasusnya, mengakui tentang adanya sebutan-sebutan, dan inisial-inisial tersebut selama membuat dan mengurus fatwa MA pembebasan Djoko Tjandra. Hakim meyakini, sebutan dan insial tersebut, sengaja ditutupi dengan penolakan Pinangki, untuk mengungkapkan.
"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok 'King Maker' tersebut dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pad November 2020 namun tetap tidak terungkap di persidangan," ujar Hakim Eko.