Selasa 09 Feb 2021 22:15 WIB

Kasus Djoko Tjandra, Kejagung: Silakan KPK Usut 'King Maker'

Kejagung merasa tak perlu buka penyidikan baru pascaputusan Jaksa Pinangki

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) merasa tak perlu membuka penyidikan baru pascaputusan terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, agar kelanjutan pengungkapan istilah ‘Bapakku-Bapakmu’, dan ‘King Maker’, serta inisial-inisial lain dalam skandal pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana Djoko Tjandra tersebut, diteruskan lewat penyidikan baru di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Seingat saya, untuk itu (pengungkapan istilah dan inisial) sudah ada yang melaporkan ke KPK. Jadi biarlah, yang menindaklanjuti itu sesuai laporan itu (di KPK)," kata Ali saat ditemui Republika.co.id di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, pada Selasa (9/2). 

Baca Juga

Menurut Ali, KPK, pun sejak tahun lalu, menghendaki agar pengungkapan lebih luas terkait keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus tersebut, menjadi ranah penyidikan baru di lembaga antirasuah

"Silakan saja, karena dia (KPK) kan juga berwenang. Kalau tidak salah MAKI (Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia) juga melaporkan itu ke sana (KPK). Ya, silakan ditindaklanjuti," ujar Ali menambahkan. 

Ali mengatakan, akan memberikan dukungan data, dan informasi, ataupun hasil resmi penyidikan selama ini, jika KPK memutuskan untuk membuka penyidikan baru untuk pengungkapan 'Bapakku-Bapakmu', dan 'King Maker', serta inisial-inisial lain yang terlibat dalam skandal suap-gratifikasi pengurusan fatwa MA tersebut.

Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Senin (8/2) menyatakan jaksa Pinangki bersalah karena menerima uang suap-gratifikasi dari Djoko Tjandra senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar). Uang tersebut, sebagai panjar dari 1 juta dolar yang dijanjikan oleh terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut, agar Pinangki membuat, dan mengurus proposal bebas eksekusi via fatwa MA 2019-2020.

Atas vonis bersalah tersebut, majelis hakim menghukum Pinangki dengan penjara selama 10 tahun dan denda Rp 600 juta. Hukuman hakim tersebut, lebih berat dari tuntutan jaksa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jampidsus, dalam tuntutannya terhadap Pinangki, hanya meminta hakim menghukumnya 4 tahun penjara, dengan denda Rp 500 juta. Dalam amar putusan hakim, disebutkan vonis yang lebih berat, karena Pinangki, menutupi sejumlah fakta peristiwa terkait skandal fatwa MA tersebut.

Hakim berpendapat, Pinangki menutup-nutupi istilah ‘Bapakku-Bapakmu’, dan ‘King Maker’, serta inisial-inisial lain dalam proposal fatwa MA. Padahal Pinangki, selama persidangan kasusnya, mengakui tentang adanya sebutan-sebutan, dan inisial-inisial tersebut selama membuat dan mengurus fatwa MA pembebasan Djoko Tjandra. Hakim meyakini, sebutan dan insial tersebut, sengaja ditutupi dengan penolakan Pinangki, untuk mengungkapkan.

Ali Mukartono melanjutkan, catatan majelis hakim tersebut, sebetulnya bukan kondisi yang baru dalam pengungkapan kasus Pinangki, dan Djoko Tjandra. Karena, menurut dia, selama penyidikan di Jampidsus, pun Pinangki menolak untuk membeberkan sebutan-sebutan, maupun inisial-inisial terkait proposal fatwa MA untuk Djoko Tjandra itu. 

Bahkan saat penyidikan, kata Ali, Pinangki menolak mengaku menerima uang dari Djoko Tjandra. Karena itu pula, kata Ali meyakini, majelis hakim memperberat hukuman terhadap Pinangki, melebih tuntutan JPU. "Sebetulnya itu (sebutan dan inisial yang tak terungkap), sudah kita tanyakan. Tapi kan dia (Pinangki) tidak mengaku. Dan itu tergantung sama dia. Yang tahu kan dia. Sampai pengadilan, juga dia tutup mulut," katanya.

Sebab itu, menurut Ali, jika ada kemauan dari KPK untuk membuka penyidikan baru terkait 'Bapakku-Bapakmu' dan 'King Maker', atau inisial-inisial lain yang belum terungkap itu, Kejakgung akan mendukung. "Silakan kalau di sana (KPK). Karena sudah ada yang laporkan ke sana untuk diungkap," ucap Ali. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement