REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar masyarakat telah memahami dampak penggunaan plastik sekali pakai terhadap lingkungan. Hal ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan Greenpeace Indonesia di tiga kota besar yakni Jakarta, Medan, Makassar.
"Ketika kami coba gali lebih dalam terkait permasalahan sampah plastik, baik dari aspek dampaknya atau kontributornya ternyata 67 persen dari publik memahami dampak lingkungan dari sampah plastik itu cukup signifikan," ujar peneliti Greenpeace Indonesia, Afifah Rahmi Andini, dalam diskusi virtual, dipantau dari Jakarta, Kamis (25/2).
Menurut dia, banyak dari responden sudah mampu mengaitkan antara sampah plastik dengan berbagai kejadian seperti banjir dan pencemaran sungai serta laut. Survei perilaku masyarakat terhadap sampah plastik itu dilakukan terhadap 623 orang yang berasal dari Jakarta, Medan dan Makassar dengan metode survei daring dan wawancara via telepon dalam periode 30 Oktober sampai 8 November 2020.
Latar belakang pendidikan memberikan kontribusi terkait kesadaran akan dampak plastik sekali pakai terhadap lingkungan. Survei itu menemukan 90 persen dari responden dengan latar pendidikan tinggi menyadari dampaknya, dibandingkan 58 pendidikan menengah dan 25 persen pendidikan rendah.
Berdasarkan demografis, responden dari Jakarta melihat masalah sampah secara umum sebagai isu lingkungan paling menonjol yang disusul dengan isu pemanasan global dan banjir. Sementara itu, responden dari Medan lebih menyoroti permasalahan pencemaran udara dan deforestasi atau penebangan hutan. Responden di Makassar lebih fokus kepada isu banjir, polusi udara dan kelangkaan air.
Dalam survei itu juga menemukan masih ada ketergantungan terhadap plastik sekali pakai dengan alasan utama masih dipakai untuk mengemas produk esensial, praktis, murah dan mudah digunakan serta terbatasnya pilihan alternatif di pasar. Sebagian besar publik optimistis penggunaan plastik dapat dikurangi atau digantikan meski tidak berlaku untuk semua jenis produk.
Menurut survei itu, mayoritas percaya peralatan makan dan kantong plastik dapat dikurangi dan sudah berhasil dikurangi. Sementara untuk kemasan plastik produk makanan dan minuman serta produk perawatan pribadi dan rumah tangga kebanyakan tidak optimis akan dapat mengurangi secara signifikan.
"Ketika coba mengonfirmasi lebih lanjut, ternyata optimisme publik masih belum sepenuhnya teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kami melihat ada ketimpangan yang cukup signifikan antara optimisme dan aktualisasinya," kata Afifah.