Nilai kerugian tersebut, Febrie mengatakan, belum dinyatakan sebagai kerugian negara. Meskipun, kata dia, penyidik meyakini ada dugaan perbuatan pidana dalam keputusan BPJS Naker mengelola, dan melakukan transaksi inevstasi saham, serta reksa dana tersebut. Akan tetapi, sejak penyidikan dilakukan awal Februari 2021, tim penyidikan di Jampidsus, belum menetapkan satu pun tersangka dalam kasus ini.
Jampidsus Ali Mukartono mengatakan, tim penyidikannya masih mendalami perbuatan melawan hukum dari seluruh transaksi investasi saham dan reksa dana yang dilakukan BPJS Naker. Ali menerangkan, dari penyidikan sementara ini, dipastikan adanya angka kerugian negara dalam pengelolaan investasi yang dilakukan BPJS Naker. Ali mengatakan, angka pasti kerugian negara tersebut, masih menunggu verifikasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas transaksi bursa.
“Bahwa dalam penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, kerugian (negara) itu ada. Tetapi, apakah ada perbuatan melawan hukum, atau bukan, itu yang tidak gampang,” terang Ali. Ali menerangkan, temuan angka kerugian negara dalam kasus BPJS Naker, tak serta merta dapat menjadi basis penetapan tersangka. Menurut dia, dalam penyidikan korupsi, kerugian negara tersebut, harus juga dibarengi dengan perbuatan melawan hukum.
Sebab itu, dikatakan Ali, fokus penyidikan saat ini memastikan adanya perbuatan melawan hukum dalam keputusan transaksi, dan pengelolaan investasi sebelum penyidik melanjutkan ke penetapan tersangka. “Itu yang sedang kita dalami. Dan belum ada kesimpulan (untuk menetapkan tersangka). Kalau sudah ditemukan (perbuatan melawan hukum), pasti kita minta untuk segera diekspose penetapan tersangka,” kata Ali.