REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melakukan pemantauan kasus Covid-19 di pondok pesantren usai liburan semester ganjil tahun ajaran 2020/2021. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, FSGI mencatat munculnya klaster baru pondok pesantren di sejumlah daerah, yaitu Tasikmalaya (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), Bangka (Bangka Belitung), dan Pekanbaru (Riau).
"Pada Januari sampai pertengahan Februari 2021, tercatat 632 santri dari enam pondok pesantren terkonfirmasi Covid-19 usai balik ke ponpes setelah liburan semester ganjil," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo, Selasa (23/2).
Heru menjelaskan, yang terbanyak kasus adalah ponpes di Kota Tasikmalaya yang mencapai 375 kasus. Sementara itu di Boyolali 88 santri tertular, di Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, santri yang positif Covid mencapai 125 orang, dan sebanyak 44 orang di Ponpes Dar el Hikmah Pekanbaru juga terpapar.
Heru menambahkan, banyaknya santri yang terkonfirmasi covid-19, Pemerintah Kota Tasikmalaya menyediakan beberapa bangunan darurat isolasi di wilayahnya untuk menampung sebanyak 375 santri tersebut. Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya terpaksa memilah sesuai kondisi santri positif Covid-19 yang dirawat di ruang isolasi darurat dan isolasi mandiri terpusat di lingkungan pesantrennya.
Heru menjelaskan, pondok Pesantren memiliki potensi kuat menjadi klaster penularan Covid-19. Sebab, di pondok pesantren aktivitasnya cenderung bersama-sama (berkumpul) dalam waktu panjang, bahkan bisa dikatakan 24 jam.
"Kalau infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) tidak memadai dan rendahnya kedisiplinan untuk patuh pada protocol kesehatan, maka potensi penularan Covid-19 menjadi tinggi. Di ponpes, biasanya para santri setiap hari makan bareng, sholat berjamaah, bahkan kamar tidur santri pun diisi lebih dari satu orang, antara 4 sampai 10 santri," jelasnya.