REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produksi alat pendeteksi Covid-19 lewat embusan nafas, GeNose C19 terus ditingkatkan. Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro mengatakan kapasitas produksinya kini mencapai 1.000 unit per minggu.
"UGM (Universitas Gadjah Mada) saat ini sudah menggandeng lima perusahaan yang melakukan manufaktur kami sudah fasilitasi tim UGM dan para mitranya agar bisa scale up produksi," kata Bambang dalam Konferensi Pers Hybrid Launching GeNose C19 di Jakarta, Jumat (19/2).
Bambang mengatakan, produksi GeNose C19 diharapkan bisa lebih, mencapai 10 ribu unit per minggu. Tingkat kemampuan produksi itu dinilai sudah mampu mencukupi kebutuhan alat untuk dalam negeri saat ini.
Sebab, kata dia, saat ini permintaan terhadap GeNose C19 jauh di atas kemampuan produksi oleh lima industri manufaktur. "Kami masih berupaya bersama tim UGM," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, harga satu unit GeNose C19 saat ini sebesar Rp 60 juta. Menurutnya, harga itu cukup terjangkau sebab dapat digunakan untuk 100 ribu kali pengetesan. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan hanya Rp 600 per orang.
Namun, bagi mitra yang menggunakan harus menyediakan plastik untuk menampung embusan nafas serta satu unit laptop sebagai piranti mengoperasikan alat.
Selain itu, juga perlu disiapkan hepa filter yang harus diganti ketika alat baru saja mendeteksi Covid-19 pada embusan nafas orang yang dites. Itu untuk menjaga keamanan pengetesan selanjutnya.