Rabu 17 Feb 2021 18:42 WIB

BKKBN akan Edukasi Calon Pengantin untuk Cegah Stunting

Calon pengantin akan diberi edukasi oleh BKKBN untuk mencegah stunting.

BKKBN akan Edukasi Calon Pengantin untuk Cegah Stunting. Foto: logo BKKBN
Foto: Dok BKKBN
BKKBN akan Edukasi Calon Pengantin untuk Cegah Stunting. Foto: logo BKKBN

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kasus stunting atau kekerdilan pada bayi menjadi perhatian serius. Apalagi, angka kasus stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Dari 5 juta bayi lahir per tahun, 1,2 juta di antaranya atau sekitar 26,7 persen mengalami stunting. 

Perhatian terhadap kasus stunting juga disuarakan warganet (netizen). Hashtag atau  tanda pagar #IndonesiaCegahStunting pun menjadi trending topic di Twitter pada Rabu (17/2) siang. 

Baca Juga

Pemilik akun @Mirza9e, misalnya, mengajak masyarakat untuk bersama-sama mencegah stunting. “Yuk cegah stunting dengan memperhatikan dan memberikan gizi yang cukup pada bayi #IndonesiaCegahStunting,” cuitnya. 

Sementara pemilik akun Bebekbetutu8 mencuit, “BKKBN bersatu untuk mencegah stunting guna mencapai indonesia emas 2045 #IndonesiaCegahStunting.”

Akun @humairaihadid mencuit, ”Walaupun kasus stunting menurun ditahun 2019, kasus ini masih terbilang masih tinggi, mengingat standar stunting dari WHO tidak boleh lebih dari 20 persen.#IndonesiaCegahStunting.”

Sementara pemilik akun @sinta326 mencuit, “Bayi yang lahir normalpun akan bisa terkena stunting jika ASI ataupun asupan gizi tidak mencukupi. nah kan maka dari itu harus lebih banyak makan yg bergizi ya mom #IndonesiaCegahStunting. 

Diketahui, Pemerintah menargetkan tingkat prevalensi stunting (kekerdilan pada anak) di Indonesia bisa turun menjadi 14 persen pada 2024. Pada 2019, tingkat prevalensinya sudah mencapai 27,9 persen, menurun dari 37 persen pada 2013. Namun, tren penurunan itu dinilai belum cukup.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai leading sector percepatan penanganan kasus stunting. 

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, secara umum harus ada perubahan mendasar atau reformasi di tingkat pelayanan dasar terkait dengan kesehatan reproduksi. ”Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi stunting. Kita tahu sekarang ini lahir saja sudah 23 persen prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6 persen. Artinya dari angka itu hampir 23 persen sudah given, lahirnya sudah tidak sesuai standar,” katanya. 

Karena itu, BKKBN akan membuat program calon pengantin harus melapor tiga bulan sebelumnya untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, seperti pemeriksaan hemoglobin (hb). "Kalau hb kurang, minum tablet tambah darah sehingga begitu nikah sudah siap hamil makanya kita harus buat program siap nikah dan siap hamil," paparnya.

Hasto mengatakan, hampir 50 persen kasus stunting tercipta dari kehamilan. Dia mengibaratkan orang hamil sebagai pabrik pembuat bayi. "Kalau kita ingin bayi bagus maka pabriknya harus bagus. Logikanya begitu kalau kita ingin membikin bayi bagus, siapa yang akan membikin bayi ini harus bagus juga. Makanya harus dikawal dengan tertib dan disiplin," katanya.

Karena itu, sebelum proses kehamilan harus dilakukan pemeriksaan kehamilan. "Inilah upaya kita yang harus mereformasi sistem layanan di tingkat bawah dengan membangun sistem baru. Saya kira salah satu tugas dari Presiden, ini juga bagian dari janji Presiden bahwa 14 persen penurunan stunting juga janji lain reformasi sistem kesehatan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement