REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menilai rencana untuk merivisi UU ITE merupakan langkah baik. Dia meminta supaya lingkungan sekitar Presiden Jokowi untuk aktif memberi masukan agar bisa merubah keadaan.
‘’Terpenting, pembantu di sekitar presiden mesti banyak kasih masukan, jangan cuma menunggu perintah,’’ ujar dia kepada Republika, Selasa (16/2).
Jimly mengatakan, Indonesia saat ini sangat membutuhkan transformasi sistemik. Karenanya, diperlukan banyak masukan untuk membangun sistem dan mereformasi sistem.
‘’Bukan cuman retorika dan saling balas membalas kritik yang menambah ketidakpuasan dan memperluas permusuhan,’’ kata pakar hukum tata negara itu.
Arahan Jokowi untuk merevisi UU ITE ia tegaskan merupakan upaya positif dalam menekan multitafsir UU. Sehingga, ia mengajak semua pihak untuk mendukung rencana tersebut. ‘’Mudah-mudahan RUU nya bisa segera masuk prolegnas tambahan di 2021 ini,’’ ungkap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi mengatakan, pada praktik pemanfaatan UU ITE, justru menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat. Kendati tidak menyebutkan secara gamblang, namun pernyataan presiden ini erat kaitannya dengan iklim kebebasan berpendapat di Indonesia.
"Saya paham UU ITE ini semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih. Agar sehat. Agar beretika dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif. Tetapi, implementasinya pelaksanaannya, jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," ujarnya.
Merespons hal ini, Jokowi memerintah Kapolri Listyo Sigit untuk berkoordinasi dengan jajaran di bawahnya agar lebih selektif dalam menerima dan menyikapi pelaporan pelanggaran UU ITE. Polisi diminta lebih hati-hati terkait pasal-pasal multitafsir.
"Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE, biar jelas. Dan Kapolri harus meningkatkan pengawasan agar implementasinya konsisten, akuntabel, dan berkeadilan," ujar Presiden Jokowi.