Selasa 16 Feb 2021 10:15 WIB

Soal UU ITE, Legislator: Jokowi Tangkap Kegusaran Masyarakat

Kemungkinan revisi RUU ITE baru bisa masuk di Prolegnas Prioritas 2022.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani
Foto: dokumentasi pribadi
Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Christina Aryani, mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka ruang bagi pemerintah dan DPR untuk duduk bersama membahas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang menangkap kegusaran masyarakat terkait UU ITE tersebut.

"Banyak masukan ke kami dari NGO dan masyarakat terkait urgensi revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE," kata Christina Republika, Selasa (16/2).

Baca Juga

Ia mengatakan pernyataan Presiden Jokowi kemarin sebenarnya meminta agar kapolri membuat pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE yang berpotensi multitafsir. Pedoman tersebut digunakan oleh institusi kepolisian dalam menerima laporan atau menjalankan penyelidikan/penyidikan.

"Apabila dalam level peraturan tersebut (peraturan kapolri atau surat edaran kapolri) problem multifasir maupun saling lapor sudah bisa dieliminir maka revisi UU ITE belum diperlukan, namun jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai dengan harapan, maka revisi UU ITE menjadi satu-satunya jalan keluar," ujarnya.

Sebelumnya, presiden juga meminta agar jajaran kepolisian lebih selektif dalam menerima pelaporan pelanggaran UU ITE. Karena itu, Christina menilai pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE perlu dibuat oleh Polri.

"Itu menjadi keinginan Presiden, tentunya dibutuhkan pedoman yang harus dikeluarkan Kapolri bagi jajarannya," kata dia.

Ia mengatakan, proses pembuatan atau revisi UU membutuhkan waktu. Sedangkan Prolegnas Prioritas 2021 sudah tinggal menunggu pengesahan tingkat dua di level Paripurna. 

"Sehingga kemungkinan wacana revisi RUU ITE baru bisa masuk di Prolegnas Prioritas 2022, kecuali ada rapat kerja lagi antara Baleg dan Pemerintah (Menkumham) dan kemudian Pemerintah yang mengajukan revisi RUU ini sebagai inisiatif Pemerintah," jelasnya.

"Spirit kami di Baleg berusaha realistis, dalam arti jumlah RUU yang masuk harus sedapat mungkin memang bisa diselesaikan di tahun 2021. Adapun opsi untuk masuk Prolegnas Prioritas 2022 terbuka lebar," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement