REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengapresiasi langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) KPU mempersiapkan skema simulasi dan penjadwalan proses pemilu dan pilkada serentak pada 2024. Jika skema simulasi tersebut diterapkan, Azis berharap KPU dapat melakukan sosialisasi secara masif sejak dini.
"Hal itu guna memudahkan masyarakat serta pihak terkait dapat lebih memahami proses pelaksanaan pemilu serentak 2024" kata Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/2).
Azis berharap KPU dapat melihat kekurangan dan permasalahan yang terjadi pada proses Pemilu 2019 dari sisi penyelenggaraan dan lain sebagainya. Sehingga, kekurangan pemilu 2019 dapat diminimalisir dan tidak terulang kembali di tahun 2024.
"Tentunya dari sisi waktu pileg, pilpres dan pilkada serentak pada tahun 2024 nanti sangat berhimpitan dan akan menguras tenaga, KPU harus dapat mempersiapkan kebutuhan personel penyelenggara baik secara fisik, mental dan teknologi" ujarnya.
Selain itu, wakil ketua umum Partai Golkar tersebut juga menginginkan agar KPU dapat kembali membuat peraturan KPU (PKPU) mengenai batas usia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ia menyarankan batas usia agar lebih dinaikan untuk mencegah terjadinya kelelahan karena jarak yang berhimpitan yang berimbas pada fisik dan waktu.
"Biasanya petugas KPPS di daerah ya itu itu saja, Saya berharap batas usia maksimal petugas KPPS 45 tahun dan terendah tetap berada di usia 20 tahun. Pada Pilkada Serentak 2020 usia terendah 20 tahun dan usia maksimal usia 50 tahun yang diatur dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam kondisi Bencana Nonalam Covid 19" kata dia.
Azis Syamsuddin juga mengusulkan anggaran dana saksi dapat dimasukan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024. Hal itu mengingat tidak semua partai dapat memiliki anggaran saksi yang cukup besar untuk men-cover secara keseluruhan.
"Langkah ini untuk efisiensi biaya bagi setiap parpol dan mencegah terjadinya perbedaan antara partai besar dan kecil, jangan sampai ada partai yang tidak memiliki saksi karena tidak sanggup untuk membiayainya" kata dia.
Sebelumnya, anggota KPU RI Hasyim Asy'ari mengungkapkan bahwa KPU tengah menyusun simulasi tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Simulasi ini sebagai gambaran awal mengingat revisi UU tentang Pemilu diwacanakan batal, sehingga KPU tetap berlandaskan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Dalam hal UU Pemilu dan UU Pilkada yang masih berlaku sekarang ini dijadikan dasar hukum bagi penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024 dapat diperoleh gambaran simulasi tahapan yang saling bersinggungan/beririsan," ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.