REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mendorong adanya payung hukum yang nantinya tertera dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Meski Komisi II DPR disebut telah sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi undang-undang tersebut.
"KPU mendorong agar ada payung hukum yang kuat yang mengatur penggunaan teknologi Sirekap dalam UU Pemilu yang baru," ujar Ilham dalam sebuah diskusi daring, Jumat (12/2).
Pasalnya, berdasarkan uji coba Sirekap pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, salinan rekapitulasi memudahkan tugas dari kelompok petugas pemungutan suara (KPPS). Karena mereka tidak perlu lagi membuat salinan rekapitulasi manual.
"Pengawas TPS juga dibekali dengan sistem pengawasan menggunakan aplikasi berbasis ponsel pintar. Sehingga salinan rekapitulasi digital applicable untk digunakan pengawas TPS," ujar Ilham.
Penerapan Sirekap pada Pilkada 2020 dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengaturan penggunaan teknologi dalam RUU Pemilu terkait rekapitulasi elektronik. Karena dapat mengurangi beban administrasi Pemilu dalam pengisian formulir dan sertifikat hasil pada setiap tingkatan.
"Seluruh teknologi informasi yang digunakan oleh KPU pada penyelenggaraan pemilu 2019 keberadaannya amat berarti bagi penyelenggara pemilu. Namun keberadaannya perlu dioptimalisasi dan diatur dalam RUU Pemilu.
Meski begitu, ia menegaskan KPU akan tetap mengikuti UU Pemilu yang ada saat ini dalam pelaksanaan Pemilu di 2024. Di mana pelaksanaan Pilkada juga akan digelar serentak pada 2024, bersamaan dengan pemilihan presiden dan legislatif.
"KPU dalam hal ini tetap mengikuti UU Pemilu yang ada saat ini, karena melihat perkembangan di media bahwa undang-undang ini tidak akan direvisi," ujar Ilham.