Rabu 10 Feb 2021 18:25 WIB

Komnas HAM Dalami Simpang Siurnya Pembantaran Ustadz Maaher

Komnas HAM akan mendalami penyebab meninggalnya Ustadz Maaher di Rutan Bareskrim.

Rep: Dian Fath Risalah, Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah berkomunikasi dengan pihak kepolisian terkait kematian Ustadz Maaher At-Thuwalibi alias Soni Eranata di dalam rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut, pihaknya akan mendalami apa yang sebenarnya terjadi dengan kematian Ustadz Maaher.

"Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kekerasan, keluarganya kan juga sudah bilang tidak ada kekerasan, sama dengan keterangan polisi, tapi sakit. Nah, sekarang sakitnya apa dan kenapa tidak segera mendapat perawatan, dan macam-macam. Jadi itu, bukan unsur penyiksaan," kata Taufan di Jakarta, Rabu (10/2).

Baca Juga

Adapun, salah satu hal yang ingin didalami Komnas HAM terkait informasi pembantaran penahanan yang simpang siur. Terlebih, lanjut Taufan, saat dalam kondisi sakit, penahanan terhadap Maaher sudah di bawah tanggung jawab Kejaksaan meskipun masih berada di Rutan Bareskrim Polri.

Komnas HAM, kata Taufan, ingin memastikan, mengapa Maaher tidak segera mendapat perawatan.

"Kami mau cek. Kenapa ada informasi seperti itu Taufan. Apa pun itu kan tetap tanggung jawab. Tapi, sebetulnya almarhum juga sudah di bawah tahanan Kejaksaan. Jadi kami juga akan coba tanya nanti, " ujar Taufan.

 

Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono kembali menegaskan kematian Ustadz Maaher karena sakit yang dideritanya. Hanya saja, Argo enggan membeberkan secara detail penyakit yang diderita almarhum dengan alasan tak mau mencoreng nama baik keluarga Maaher lantaran penyakitnya sangat sensitif.

"Ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum. Jadi, kita tidak bisa sampaikan secara jelas dan gamblang sakitnya apa karena penyakitnya adalah sensitif, ini masalahnya," ujar Argo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/2).

Sebelum meninggal, Maheer sempat mendapatkan perawatan di RS Polri, Kramat Jati. Perkara Maaher sendiri sudah masuk tahap dua dan sudah diserahkan ke kejaksaan. Sebelum barang bukti dan tersangka diaerahkan ke jaksa atau tahap dua, Maaher mengeluh sakit.

Kemudian, petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati. Setelah diobati dan dinyatakan sembuh yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim. Setelah tahap 2 selesai barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Maaher kembali mengeluh sakit.

"Lagi-lagi petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal dunia," ujar Argo.

Kuasa hukum Ustaz Maaher At Thuwailibi, Djudju Purwantoro menduga kliennya itu meninggal karena sakit yang sedang dideritanya. Menurutnya, keluarga almarhum sempat meminta agar Maaher dirujuk ke RS Ummi untuk dilakukan perawatan lebih lanjut. Namun, pihak kepolisian menolak permintaan keluarga dan memilih membantar Maaher ke RS Polri.

"(Permintaan) Tidak dikabulkan. Walaupun sudah diminta oleh kuasa dan almarhum beberapa kali. Dengan alasan RS Polri di Kramat Jati, dokter dan peralatannya sudah cukup lengkap," ujar Djuju saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa (9/2).

 

In Picture: Foto Pemakaman Ustaz Maaher at-Thuwailibi di Pesantren Daqu

photo
Pemakaman Ustaz Maher at-Thuwailibi di Pondok Pesantren Darul Quran, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/2). - (Republika/Alkhaledi Kurnialam)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement