Selain mengembangkan bibit buah, Nuril dan YBM PLN juga melibatkan warga untuk mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik. Upaya ini tidak hanya membuat warga lebih mandiri tapi juga menghindari penggunaan pupuk kimia. Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan program di Dukuh Baran menggunakan sistem integrated farming.
Sejauh ini dampak dari program penyemaian benih buah pada warga belum terlihat. Pasalnya, proses penanaman bibit hingga panen membutuhkan waktu lama. Ditambah lagi, hanya 10 warga yang benar-benar aktif mengembangkan bibit buah yang diperoleh dari ponpes dan YBM PLN.
Nuril mengaku, keaktifan masyarakat dalam mengembangkan bibit buah menjadi kendala tersendiri. Mereka belum mempunyai rasa "memiliki" sehingga bibit buah pun tidak tumbuh dengan baik.
"Dan yang baru panen itu Pepaya. Kita nanam pepaya hampir kemarin satu kampung, jeruk juga. Pepaya sudah panen di bawah (sekitar ponpes) ini kita tanam. Pepaya sebenarnya kalau dirawat, cepat panen tapi ini masih dibiarkan (oleh warga)," ungkapnya.
Melihat situasi tersebut, Nuril dan rekan ponpes pun mencoba menanam pisang. Pisang akan tetap berbuah sekalipun tidak dirawat dengan baik. Bahkan, anakan pisang bisa dikembangbiakkan sehingga hasilnya bisa cepat terlihat oleh masyarakat.
Pa'i (50) merupakan salah satu penerima manfaat dari program ponpes dan YBM PLN. Pada tahun lalu, dia telah menerima 104 bibit alpukat dan sejumlah bibit jeruk. Bibit-bibit tersebut telah ditanam di belakang rumahnya seluas 3.000 meter persegi.
"Yang di sana 900 (meter persegi) luasnya, di samping masjid, juga ditanam jeruk," ucapnya.
Saat ini, Pa'i belum mendapatkan hasil mengingat proses panen membutuhkan waktu lama. Namun untuk keuntungannya, dia sudah mengetahui presentase bagi hasilnya. Setidaknya 30 persen untuk pondok dan 70 persen diberikan kepada pemilik lahan.