REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan menyebut pelayanan terus membaik dari tahun ke tahun. Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Yunita D Suminar menyampaikan kerja sama dengan BPJS Kesehatan telah berjalan semakin baik sejak dimulai pada 1 Januari 2014.
"Alhamdulillah kerja sama betul-betul lancar, dan pembayarannya juga tepat waktu," katanya pada Republika, Selasa (9/2).
Menurutnya, skema jaminan asuransi BPJS sudah baik dan sistemnya juga terus dikembangkan. Keduanya sepakat untuk bersama-sama selalu berorientasi pada peningkatan kualitas layanan dan kepuasan pengguna layanan.
Yunita mengatakan, sebanyak 85 persen dari total pasien di RSUD menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Sejauh ini, tidak ada penunggakan klaim yang terjadi. Menurutnya, pembayaran dilakukan paling lambat 15 hari setelah klaim dinyatakan lengkap.
Ia juga menjamin tidak ada diskriminasi terhadap pasien BPJS. Pelayanan dan pengobatan dilakukan secara baik pada semua peserta di semua fasilitas kesehatan di RSUD.
Terbaru, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo membuka fasilitas gedung baru Onkologi Terpadu untuk pasien kanker. Layanan ini juga bisa dimanfaatkan oleh pasien BPJS semua kelas. RSUD juga mengembangkan pelayanan lebih baik dengan menyediakan program antar obat secara gratis.
"Kita harus berorientasi pada pelayanan yang mudah, murah, dan cepat," katanya.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyebut BPJS Kesehatan masih perlu terus meningkatkan pelayanan meski sudah mencatat surplus Rp 18,7 triliun. Ia menyambut positif capaian tersebut sebagai bukti adanya upaya perbaikan oleh direksi BPJS Kesehatan.
"Tentu ini menunjukkan bahwa apabila kita betul-betul berupaya pada tata kelola yang baik dalam pelayanan kesehatan, juga pengelolaannya, maka tidak perlu defisit seperti sebelumnya," katanya.
Ia berpesan agar direksi selanjutnya melanjutkan tren positif ini. Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk terus berkembang, yakni sisi kepesertaan, pelayanan, dan biaya yang harus ditanggung peserta BPJS.
Jumlah peserta BPJS perlu terus ditingkatkan meski sudah mencapai 80 persen dari total penduduk Indonesia. Hal tersebut demi menciptakan pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Terkait pelayanan maka dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak, mulai dari fasilitas kesehatan hingga regulator pemerintah. Termasuk untuk biaya yang harus ditanggung oleh peserta baik peserta mandiri maupun peserta yang dibayarkan oleh pemerintah.
"Dengan surplus kali ini, tentu informasi kelembagaan dan perbaikan tata kelola di pusat dan daerah perlu fokus pada tiga aspek itu," katanya.
Jumlah peserta JKN-KIS pada 2020 telah mencapai 222.461.906 orang. Jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) mencapai total 132.767.161 orang. Negara hadir membayar iuran penduduk miskin dan tidak mampu melalui APBN dan APBD.
Jumlah fasilitas kesehatan yang bekerja sama pun terus tumbuh dan mencapai 23.043 unit untuk Puskesmas, Dokter Praktek, dan Klinik Pratama. Jumlah Rumah Sakit yang bekerja sama telah mencapai 2.507 yang didominasi sebanyak 1.576 RS adalah faskes swasta.
Jumlah pemanfaatan program JKN-KIS per Desember 2020 mencapai 215,82 juta pemanfaatan, naik dari 170,2 juta pemanfaatan pada 2016. Jumlah biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp 111,47 triliun pada 2020, naik dari Rp 67,26 triliun pada 2016.