Senin 08 Mar 2021 05:01 WIB

Jaya Suprana: Jangan Rasis dan Sebut Manusia Sebagai Satwa

Jangan lagi ada sebutan satwa pada sesama manusia.

Meme seruan stop rasisme.
Foto: google.com
Meme seruan stop rasisme.

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH JAYA SUPRANA, Filsuf, Budayawan, Penggagas Rekor MURI.

Sebutan “cina” sempat diprotes sebab dianggap menghina para warga Indonesia etnis tertentu. Demi menghapus rasisme dari bumi Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani surat keputusan resmi melarang sebutan “cina” untuk diganti menjadi Tionghoa.

Bahkan istilah “non-pribumi” juga dinon-gratakan sebagai rasis.

Kasus sosio-budaya-politik keberatan atas sebutan “cina”  membuktikan bahwa pada hakikatnya tidak ada pihak yang membenarkan hinaan dengan sebutan beraroma rasis.

Sungguh memprihatinkan bahwa setelah istilah “cina” dilarang mendadak muncul sebuah kreasi sebutan beraroma rasis baru “kaldrun” sebagai akronim nama satwa jenis tertentu yaitu kadal gurun. 

DISKRIMINATIF

Pada hakikatnya istilah kaldrun inkonstitusional sebab melanggar undang-undang anti diskriminasi ras. Saya pribadi sebagai sahabat Presiden Jokowi sejak beliau masih Walikota Solo merasa  kurang sreg terhadap sebutan kaldrun apalagi dikaitkan dengan keberpihakan kubu politik yang bahkan kemudian mengerucut ke siapa saja yang tidak setuju kebijakan pemerintah.

Mereka yang tega menghina sesama manusia warga Indonesia dengan sebutan satwa pada hakikatnya tidak lebih beradab ketimbang satwa yang tidak pernah melecehkan sesama satwa dengan sebutan manusia.

Maka saya merasa kurang  sreg  terhadap sebutan satwa terhadap manusia yang dihinakan kepada sesama warga Indonesia yang tidak pro pemerintah dan/atau diarahkan ke etnis tertentu. Meski wajar apabila pengguna sebutan kaldrun menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak berniat menghina warga etnis tertentu. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement