Jumat 05 Feb 2021 04:08 WIB

Keluarga SJ 182 Diminta Waspadai Surat Pembebasan Asuransi

Sebulan pascakecelakaan adalah momen paling rentan bagi keluarga korban SJ 182.

Rekan kerja menaburkan bunga ke atas makam Pilot Sriwijaya Air SJ 182 Kapten Afwan usai dimakamkan di TPU Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/1). Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri berhasil mengidentifikasi Pilot Sriwijaya Air SJ 182 yakni Kapten Afwan, Selain itu tim DVI juga mengidentifikasi dua korban lainnya atas nama Suyanto dan Riyanto. Dengan demikian, sudah ada 58 jenazah dari total 62 korban yang berhasil diketahui identitasnya.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Rekan kerja menaburkan bunga ke atas makam Pilot Sriwijaya Air SJ 182 Kapten Afwan usai dimakamkan di TPU Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/1). Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri berhasil mengidentifikasi Pilot Sriwijaya Air SJ 182 yakni Kapten Afwan, Selain itu tim DVI juga mengidentifikasi dua korban lainnya atas nama Suyanto dan Riyanto. Dengan demikian, sudah ada 58 jenazah dari total 62 korban yang berhasil diketahui identitasnya.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 yang terjadi pada tanggal 9 Januari 2021 diminta tidak terburu-buru untuk menandatangani surat pembebasan pertanggungjawaban asuransi. Kuasa hukum 16 keluarga korban Sriwijaya menyarankan hal itu terkait tuntutan yang dilayangkan keluarga korban ke pihak Boeing.

“Kami menduga keluarga korban sedang ditekan dan didekati untuk menandatangani pembebasan pertanggungjawaban asuransi. Praktik permintaan pembebasan pertanggungjawaban asuransi yang serupa juga pernah dialami oleh korban kecelakaan Lion Air JT 610,” kata Sanjiv N. Singh dari Professional Law Corporation (SNS) dan Michael Indrajana dari Professional Law Corporation (ILG), dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (4/2).

Baca Juga

Sanjiv menjelaskan, akan menghubungi Kementerian Kehakiman AS dan anggota Kongres AS untuk menanyakan apakah ada perusahaan asuransi asal AS yang berusaha menjebak para keluarga korban untuk menandatangani pembebasan tanggungjawab asuransi ini.

“Kami telah menjelaskan persoalan ini kepada pihak maskapai, dan berharap masyarakat sudah lebih aware soal ini. Tidak seorang pun boleh menandatangani pembebastugasan atau penyelesaian klaim apa pun di saat penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan awal," ujarnya.

Sementara itu, Michael Indrajana, pengacara Amerika AS keturunan Indonesia yang mengklaim pernah menghabiskan tujuh bulan di Indonesia menyelidiki kecelakaan Lion Air JT 610 ini, mengatakan bahwa praktik pembebasan tanggungjawab asuransi tidak dapat diterima dan tidak boleh ditoleransi. “Ombudsman RI telah merilis laporan pada November 2020 yang dengan jelas menyatakan bahwa pembebastugasan ini tidak dapat diberlakukan berdasarkan Peraturan Kementerian Perhubungan Indonesia No. 77 Tahun 2011,” kata Michael.

Hal senada dikatakan Susanti Agustina, SH, MH, seorang litigator Indonesia mengatakan, satu bulan pascakecelakaan ini adalah momen paling rentan bagi keluarga korban di mana akan banyak pihak yang mencoba memanipulasi. Oleh karena itu keluarga-keluarga korban ini membutuhkan perlindungan.

“Misi saya adalah untuk memastikan bahwa keluarga yang menandatangani pembebastugasan tanggung jawab asusansi ini agar dilindungi, dan keluarga yang belum menandatangani mendapatkan perlindungan hukum dan nasihat yang mereka butuhkan sebelum membuat keputusan,” katanya.

Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang membawa 50 penumpang dan 12 awak pesawat jatuh di Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021. Pesawat mengalami kecelakaan empat menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Dalam operasi SAR, tim gabungan menemukan 325 kantong potongan tubuh korban, 68 kantong serpihan kecil pesawat Sriwijaya Air, dan 55 bagian badan pesawat. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih menginvestigasi faktor penyebab pesawat jatuh.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement