Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, SKB soal Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah mendorong untuk mengajarkan perdamaian dan menghargai perbedaan. Ia mengatakan, sebagai umat beragama harus menyelesaikan perbedaan dengan baik dan saling menghargai.
Yaqut mendorong agar seluruh masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah selalu mencari titik persamaan di antara perbedaan yang dimiliki. "Tentu dengan cara bukan memaksakan supaya sama, tapi bagaimana masing-masing umat beragama ini memahami ajaran-ajaran agamanya secara substantif, bukan sekadar simbolik," kata dia, dalam telekonferensi, Rabu (3/2).
Ia mengatakan, adanya kasus-kasus yang mengarah kepada intoleransi beberapa waktu lalu di salah satu sekolah negeri di Padang hanya merupakan fenomena gunung es. Sementara, data-data yang dimiliki pemerintah masih banyak sekolah negeri yang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan.
Menurutnya, yang paling penting bukan kepada penggunaan atribut, namun pengetahuan agama secara substantif. Selain itu, indikator keberhasilan moderasi beragama adalah toleransi.
"Toleransi itu menghormati perbedaan, memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan. Mengekspresikan keyakinan dan menyampaikan pendapat," kata dia lagi.
Lebih lanjut, di dalam SKB 3 Menteri (Kemenag, Kemendikbud, dan Kemendagri) ini, Kemenag berperan sebagai pendamping pemerintah daerah. Kemenag memberikan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah. Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian atau penghentian sanksi kepada Kementerian Dalam Negeri terkait pelaksanaan SKB ini.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, toleransi dalam keberagaman harus terus didorong. Sekolah seharusnya juga membangun wawasan sikap dan karakter pendidik dan tenaga kependidikan.
"Tujuan penerbitan SKB ini bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara," kata Tito.