Senin 01 Feb 2021 22:42 WIB

Optimisme IDI dan Cerita Nakes Soal Vaksinasi Covid-19

Respons positif dari anggota IDI dan para tenaga kesehatan meningkat.

Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi massal di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (31/1/2021). Vaksinasi massal tersebut diikuti kurang lebih 5.000 tenaga kesehatan.
Foto: Antara/Zabur Karuru
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi massal di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (31/1/2021). Vaksinasi massal tersebut diikuti kurang lebih 5.000 tenaga kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia, Dessy Suciati Saputri

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap optimistis target 1.531.072 orang sasaran pada tahap pertama vaksinasi bisa tercapai meski masih ada kendala yang dihadapi dalam proses vaksinasi untuk tenaga kesehatan (nakes). Berdasarkan data Kemenkes, hingga Ahad (31/1) baru sekitar 500 ribu nakes yang telah disuntik vaksin Covid-19.

Baca Juga

"Optimisme tetap ada. Respons positif dari anggota IDI dan para tenaga kesehatan meningkat," kata Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) & Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Adib Khumaidi, Senin (1/2).

Adib mengatakan, sosialisasi baru efektif setelah adanya pengumuman dari BPOM yang membuat respons positif mulai terlihat, terlebih lewat pesan yang disampaikan di media sosial. Netizen sempat banyak memasang gambar, "Saya siap divaksin" bulan lalu di media sosial.

"Respons awal kurang tapi perlahan sudah naik, apalagi setelah gerakan siap dan sudah vaksinasi melalui media sosial yang sudah dilakukan para tenaga medis dan nakes," kata Adib.

IDI menilai, kendala teknis dalam pendataan serta pendaftaran sasaran vaksinasi jadi salah satu yang harus perlu segera dibenahi. Menurut Adib, tenaga kesehatan banyak mengeluhkan soal kendala pendaftaran lewat aplikasi PeduliLindungi.

Baca juga : Muhammadiyah: Utamakan Keselamatan Jiwa dengan Vaksin

Dokter residen Satyanaya Widyaningrum yang baru mendapat vaksin pada akhir Januari menyoroti masalah sinkronisasi data antarlembaga yang memakan waktu. Belum lagi, sistem registrasi yang berubah-ubah.

"Mungkin karena saya yang ngurusin dari awal, jadi saya tahu sebetulnya data apa saja yang sudah pernah diminta. Intinya, sinkronisasi data problem terbesar. Mau maju teknologi pakai digital, tapi malah bentrok," keluh dia.

"Yang awal katanya PeduliLindungi, SMS, lalu balik lagi tanpa SMS, lalu PCare," kata Satyanaya, menambahkan.

Meski demikian, akhir-akhir ini sudah ada berbagai kebijakan serta terobosan untuk mempercepat layangan vaksinasi di lapangan. Seperti membuka layanan vaksinasi massal di berbagai wilayah di mana sasaran vaksin bisa langsung datang dan mendapat layanan dengan membawa identitas, tanpa harus menunggu undangan yang tak kunjung diterima.

Terobosan ini dirasakan oleh dokter residen Arina Kartika yang baru mendapat vaksin pekan lalu.

"Ada orang yang pakai NIK (Nomor Induk Kependudukan) saya, tapi namanya berbeda," ujar Arina.

Baca juga : Uni Eropa Tegaskan Vaksin Pfizer Bukan Sebab Kematian Lansia

Arina lalu diarahkan untuk langsung datang ke tempat vaksin. Mengandalkan jalur manual, dia tetap dilayani dalam waktu relatif singkat, sekitar satu jam. Arina mengatakan, dia merasa dipermudah meski sempat ada kendala data.

Namun, IDI juga masih menemukan kelompok dokter praktik mandiri yang belum terdata serta terdaftar. Sehingga, proses vaksinasi terhambat.

"Berdasarkan temuan di lapangan, cukup banyak tenaga kesehatan yang belum terdaftar dan menerima undangan vaksinasi, padahal semuanya adalah tenaga kesehatan aktif dan existing di lapangan," kata Adib.

"Hal ini berdampak pada tersendatnya layanan vaksinasi dan cakupan yang rendah di awal-awal pelaksanaan vaksinasi Covid tahap pertama."

Sejauh ini IDI mengatakan belum ada masalah atau efek serius yang dilaporkan pasca vaksinasi. Kualitas pelayanan vaksinasi pun tergolong baik.

In Picture: Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua di Bogor

photo
Petugas medis menyuntikan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (28/1/2021). Vaksinasi tahap kedua bagi tenaga kesehatan diberikan untuk pembentukan antibodi yang utuh serta sebagai booster agar antibodi di dalam tubuh terbentuk dan maksimal melawan virus COVID-19. - (ANTARA/Yulius Satria Wijaya)
 

Efek samping

Spesialis konservasi gigi drg Rosdiana Nurul Annisa sudah divaksin bulan lalu, dan akan mendapat vaksin kedua pada Selasa (1/2). Proses pendaftaran relatif lancar, efek samping pun minimal.

"Saya sedikit pusing saja, teman-teman lain ada yang mengantuk," kata Rosdiana.

Pengelola obat di puskesmas Matraman, Jakarta, Dwi Wahyu Setyo Raharti, juga menjadi salah satu yang yang mendapatkan vaksin sejak awal. Menurutnya, tidak ada efek samping yang dia rasakan kecuali rasa kantuk dan sedikit rasa pegal.

Dia dan rekan-rekannya mengalami efek samping yang berbeda. Menurut Dwi, ada juga yang merasa pusing, tapi segera membaik setelah minum pereda nyeri.

Dwi mengatakan, prosesnya mendapatkan vaksin termasuk mudah dan nyaris tidak ada kendala, apalagi untuk orang yang sudah mendapatkan undangan.

"Kendala, paling kalau pas screening awal tuh ada yang enggak lolos, alias demam atau tensinya naik. Itu tidak boleh soalnya mesti sehat betul kondisinya, jadinya biasanya dijadwal tunda," kata Dwi.

Baca juga : Beberapa Daerah Pariwisata akan Diprioritaskan Vaksinasi

Dokter Umum Puskesmas Pondok Pucung, Tangerang Selatan, Mulki Rahmawati, mengaku belum menerima vaksin lantaran sedang mengandung. Tetapi rekan-rekannya yang memenuhi kriteria sudah divaksin.

"Saya lagi hamil, jadi tidak vaksin dulu sebelum ada pengantar," kata Mulki.

Dia mengatakan, proses vaksinasi di tempatnya berlangsung lancar. Tata cara pendaftarannya jelas, instansi pun membantu agar proses semakin mulus.

"Puskes tempatku memfasilitasi juga untuk nakes-nakes yang bukan (bagian) instansiku. Ada nomor hotline untuk memberi tahu alur-alurnya."

Terkait sasaran yang batal divaksin, atau ditunda karena terkendala sejumlah kriteria yang diwajibkan, IDI meminta petugas di lapangan untuk lebih bijak dalam melihat kelayakan vaksinasi untuk mereka yang berada dalam kondisi baik.

"Dokter di meja skrining bisa membantu memberikan penilaian agar tenaga kesehatan tersebut bisa mendapat kesempatan untuk vaksinasi pada tahapan pertama ini," kata Adib.

IDI, yang berharap cakupan vaksinasi Covid-19 pada tahap awal bisa lebih tinggi dan merata di semua wilayah, mengajak semua pihak untuk menyukseskan vaksinasi Covid-19 pada semua kelompok sasaran yang dimulai dari tenaga kesehatan.

"Vaksinasi adalah bagian dari pencegahan untuk membentuk kekebalan dalam komunitas, upaya vaksinasi tetap harus diikuti dengan kepatuhan dalam menjalankan protokoler 5M," tutup Adib.

photo
Sejumlah orang tidak bisa menerima vaksin Covid-19 produk Sinovac. - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement