Senin 25 Jan 2021 23:21 WIB

Sengketa Hasil Pilkada Diwarnai Dalil Soal Penyebaran Hoaks

Pilkada 2020 diwarnai banyaknya hoaks dan kampanye hitam.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Polisi berjaga saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Surabaya 2020 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 46 Kelurahan Kedurus, Kecamatan Karang Pilang, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/12). Menurut Kode Inisiatif, Pilkada 2020 diwarnai banyaknya hoaks dan kampanye hitam. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Polisi berjaga saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Surabaya 2020 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 46 Kelurahan Kedurus, Kecamatan Karang Pilang, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/12). Menurut Kode Inisiatif, Pilkada 2020 diwarnai banyaknya hoaks dan kampanye hitam. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif melakukan pemantauan terhadap dalil-dalil yang diajukan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalil yang dimohonkan itu beberapa di antaranya berkaitan dengan hoaks atau berita palsu dan kampanye hitam di Pilkada 2020.

"Pilkada 2020 ini memang diwarnai dengan banyaknya hoaks dan juga black campaign (kampanye hitam)," ujar Peneliti dari Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam diskusi publik secara daring, Senin (25/1).

Baca Juga

Ia menjelaskan, hal itu menunjukkan bahwa penyebaran hoaks dan kampanye negatif berdampak pada hasil suara pasangan calon (paslon). Sepanjang periode 15-24 November 2020, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah memeriksa 380 konten, sebanyak 182 URL di-takedown dari media sosial dan 38 konten bermuatan isu hoaks.

Ihsan mengatakan, beberapa pilkada yang diramaikan isu hoaks di antaranya Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kota Medan, Kota Solo, Kota Makassar, Kota Surabaya dan Kabupaten Banyuwangi. Beberapa daerah itu berujung sengketa hasil ke MK, yakni Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kota Surabaya, dan Kabupaten Banyuwangi.

Selain hoaks, Pilkada 2020 juga diwarnai oleh tindakan kampanye hitam dan berujung permohonan sengketa hasil ke MK. Salah satunya tercantum dalam dalil permohonan Nomor 60/PHP.BUP-XIX/2021 di Kabupaten Kuantan Singingi.

"Oleh karena itu, untuk menjaga kemurnian hasil Pilkada, mestinya MK memeriksa dan memutus untuk tujuan pemilu yang jujur

dan adil," kata Ihsan.

Menurut dia, hendaknya MK dapat memeriksa kasus yang berkaitan dengan instrumen kecurangan untuk tujuan penggembosan hasil pilkada, seperti tindakan penyebaran berita bohong maupun kampanye hitam. Hal ini demi mewujudkan pilkada konstitusional, jujur, dan adil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement