Senin 25 Jan 2021 15:57 WIB

PAN: UU Pemilu Masih Dapat Digunakan Hingga 3 Periode

Saat ini, Indonesia perlu fokus pada Covid-19, ekonomi, dan pererat persaudaraan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan di Ruang Fraksi PAN, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1).
Foto: Republika/nawir arsyad akbar
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan di Ruang Fraksi PAN, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menilai saat ini merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) belum dibutuhkan. Sebab, undang-undang yang ada saat ini masih dapat diterapkan hingga tiga periode pelaksanaan pemilu. 

"Kami berpendapat undang-undang ini masih cukup bisa kita gunakan 2-3 masa pemilu. Kita tetap fokus pada Covid-19, ekonomi, dan pererat persaudaraan kebangsaan kita kembali," ujar Zulkifli di Ruang Fraksi PAN DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1). 

Baca Juga

Menurutnya, perubahan UU Pemilu dapat menimbulkan kegaduhan politik Indonesia di tengah masyarakat yang sedang bersatu kembali pasca pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Apalagi, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang notabenenya lawan dari Joko Widodo sudah bergabung dengan pemerintahan. 

"Musyawarah mufakat jadi ciri khasnya Indonesia, contohmya kemaren Pilpres sudah berdarah-darah ada isu kampret sama cebong ini harus kita rajut kembali, harus kita selesaikan. Karena  kita sekeluarga, keluarga besar sebangsa dan setanah air," ujar Zulkifli. 

Untuk saat ini, ia mendorong semua pihak untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19 serta menyatukan masyarakat Indonesia yang saat ini terbelah karena pemilihan presiden (Pilpres) 2019. "Kita harus meyakini bahwa persaudaraan kebangsaan adalah modal utama kita dalam membangun bangsa Indonesia ke depan," ujar wakil ketua MPR itu. 

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, ia saat ini menargetkan agar RUU Pemilu dapat diselesaikan pada pertengahan 2021. Itu dilakukan untuk mengejar pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2022 dan 2023. 

Target tersebut dapat terealisasi, asalkan pembahasan RUU tersebut dimulai pada 2020. Namun hal tersebut urung terjadi, karena masih adanya dinamika penunjukan pembahasan di DPR. 

"Awalnya saya di masa sidang kemarin sebelum akhir tahun 2020 sudah dilakukan pembahasan, tapi ternyata masih ada dinamika berkembang, sehingga belum dikembalikan ke Komisi II," ujar Doli. 

Kendati demikian, ada alternatif jika RUU Pemilu tak selesai tepat waktu, yaitu Pilkada 2022 dan 2023 akan digabungkan."Kalau seandainya Undang-Undang ini cukup dan tidak memungkinkan Pilkada serentak, worstnya Pilkada 2022 it digabung 2023," ujar Doli. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement