REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) belum tegas dan jelas mengatur batasan-batasan kewenangan penyelenggara pemilihan. Menurutnya, batasan kewenangan ini penting untuk menghindari kisruh antarpenyelenggara.
"RUU Pemilu saat ini masih belum tegas dan jelas mengatur soal batasan-batasan kewenangan, khususnya atas DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum)," ujar Titi kepada Republika.co.id, Ahad (24/1).
Kerangka dan batasan waktu suatu kewenangan itu bisa dieksekusi pun perlu diatur secara lebih komprehensif. Titi menuturkan, hal ini penting untuk menghindari adanya kisruh akibat pembatalan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak oleh Bawaslu, setelah hasil perolehan suara pilkada ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selain itu, lanjut dia, kewenangan DKPP juga semestinya harus dibatasi agar tidak absolut. Salah satu caranya dengan mempertegas bolehnya penyelenggara pemilu yang merasa haknya telah dicederai karena dinilai melawan hukum melalui sanksi etik untuk melakukan upaya hukum.
"Proporsionalitas kewenangan dan relasi yang sehat adalah tantangan yang harus diciptakan oleh RUU Pemilu ini," katanya.
Titi mengatakan, RUU Pemilu ini sangat penting dan strategis dalam menata kompetisi pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Untuk menciptakan pemilu yang demokratis itu, maka perlu diatur relasi yang lebih berkualitas di antara pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya, desain lembaga penyelenggara pemilu dapat dimulai juga dari proses rekrutmen anggota penyelenggara pemilu. Pola rekrutmen dilakukan berjenjang, bukan terpusat seperti sebelumnya.
Titi menyebutkan, tim seleksinya bisa saja tetap menyertakan tim seleksi dari nasional, meskipun proses rekrutmennya dilakukan secara desentralisasi. Misalnya, rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi, KPU Provinsi oleh KPU RI, dan KPU RI oleh panitia seleksi yang dibentuk presiden.
Sementara, untuk rekrutmen anggota DKPP, memang tetap perlu mereka yang mempunyai pengalaman sebagai penyelenggara agar memahami proses dan cara kerja penyelenggara. Hanya saja, proses seleksinya harus terbuka dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberi masukan.
"Sebaiknya, mereka yang menjadi anggota DKPP bukan peserta seleksi penyelenggara pemilu di tahun berjalan. Dan DKPP mestinya tidak diposisikan sebagai kuasi yudisial atau memerankan fungsi seolah-olah sebagai peradilan etik," kata Titi.