REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat berinisial AA (65 tahun) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi langkah Polresta Mataram yang telah mengamankan AA.
Selain menjerat pelaku atas perbuatannya, LPSK juga mengingatkan penyidik tentang hak anak korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi.
“Kami (LPSK) menilai langkah penyidik mengamankan pelaku tepat untuk mencegah intimidasi kepada korban. Apalagi, korban merupakan anak kandung pelaku yang kemungkinan besar kebutuhan ekonominya masih tergantung kepada pelaku,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangannya, Kamis (22/1).
Di sisi lain, lanjut Hasto, ibu kandung anak korban sebagaimana diberitakan harus dirawat karena terpapar Covid-19. Kondisi demikian membuat posisi anak korban menjadi serba sulit.
Bahkan, kini, anak korban harus berhadapan secara hukum dengan ayah kandungnya sendiri. “LPSK siap memberikan perlindungan bagi anak korban. Yang bersangkutan dapat mengakses layanan dari negara, antara lain bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan bantuan lain,” ungkap Hasto.
Dia menegaskan, LPSK memberikan atensi khusus terhadap kasus ini karena kekerasan seksual termasuk salah satu tindak pidana tertentu yang mendapatkan prioritas perlindungan LPSK. Penyidik dan jaksa diharap menjerat pelaku dengan hukuman yang berat, disertai hukuman pemberat lainnya, mengingat status pelaku adalah ayah kandung korban.
Jika perbuatannya terbukti dan pelaku dinyatakan bersalah, hakim diharapkan meniadakan hak pelaku untuk mendapatkan remisi. Kepada penyidik Polresta Mataram, Hasto mengingatkan untuk memfasilitasi hak anak korban yaitu restitusi, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Dalam PP disebutkan, anak korban yang berhak memperoleh restitusi, termasuk anak korban kejahatan seksual.
“Sebagai orang tua, pelaku memiliki kewajiban terhadap anak kandungnya. Tetapi, sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, pelaku juga dapat dituntut untuk membayarkan restitusi kepada anak korban,” kata Hasto.
Hasto melanjutkan, karena kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan, penyidik berkewajiban memberitahukan pada pihak korban mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi dan tata cara pengajuannya. “Restitusi dapat diajukan pihak korban. Karena pelaku ayah kandung korban, sementara ibu korban dirawat, permohonan dapat diajukan lembaga, dalam hal ini Polresta Mataram dan perhitungan restitusinya diajukan ke LPSK,” ujarnya.
Korban dalam kasus ini merupakan anak kandung tersangka dari istri keduanya. Korban diketahui anak gadis yang berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Dalam laporannya di Mapolresta Mataram, korban mengaku mendapat perlakuan tidak senonoh dari ayah kandungnya pada 18 Januari 2021. Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit Covid-19.