Selasa 19 Jan 2021 20:56 WIB

Komisi II Bentuk Panja Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak

Komisi II DPR sepakat membentuk Panja evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak 2020.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung
Foto: Republika/Mimi Kartika
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR sepakat untuk membentuk panitia kerja (Panja) evaluasi pelaksanaan Pilkada 2020. Keputusan tersebut diambil mengingat masih adanya sejumlah persoalan dalam pilkada 2020 lalu seperti masih terdapatnya pelanggaran dan sengketa pilkada, adanya indikasi praktik politik uang, masih ditemukan permasalahan dalam Daftar Pemilih Tetap, pelanggaran netralitas ASN, Polri/TNI, dan lemahnya komunikasi dan koordinasi antarpenyelenggara pemilu.

"Untuk menindaklanjuti permasalahan di atas, Komisi II DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, Selasa (19/1).

Baca Juga

Usulan pembentukan panja disampaikan Anggota Komisi II Fraksi Partai Golkar Agung Widyantoro. Dengan demikian dengan adanya panja tersebut diharapkan persoalan yang menyangkut ego sektoral dan sengketa antara dewan pengawas dan penyelenggara bisa dipertajam. 

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDI Perjuangan Heru Sudjatmoko juga mendukung usulan pembentukan panja tersebut. Ia menyarankan agar hasil evaluasi pelaksanaan Pilkada bisa lebih intensif dan lebih luas, tidak sebatas pada evaluasi yang sifatnya prosedural.

"Dievaluasi melalui panja harapan kami bisa sampai kepada aspek-aspek yang sifatnya substansial, yang nantinya di dalam panja juga harapan kami bisa menghasilkan rekomendasi yang mengarah pelaksanaan pemilukada yang lebih berkualitas," ujarnya. 

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Supriyanto mengapresiasi pelaksanaan pilkada 2020, akan tetapi dalam prakteknya ia melihat masih banyak tambal sulam di dalam pengimplementasian Undang-Undang Pemilu. Oleh karena itu ia berharap agar evaluasi yang dilakukan nantinya bisa dilakukan untuk jangka panjang. 

"Jangan banyak perubahan di kemudian hari, misalkan undang-undang pemilu ini bisa digunakan untuk tiga kali 15 tahun, jangan setiap lima tahun kita ini mengubah yang namanya peraturan yang menyangkut sesuatu yang menyangkut elektoral," ucapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement