Selasa 19 Jan 2021 16:08 WIB

Nakes tak Hadiri Vaksinasi, tak Berarti Tolak Vaksin Sinovac

Vaksin Sinovac dipastikan aman bagi kesehatan dan tidak mengandung chip.

Tenaga kesehatan (nakes) menunjukkan kartu vaksinasi usai mengikuti vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, Senin (18/1/2021).Kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap program vaksinasi COVID-19 yang pada tahap awal dikhususkan bagi nakes dimana selama masa pandemi berjuang menjadi garda terdepan.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Tenaga kesehatan (nakes) menunjukkan kartu vaksinasi usai mengikuti vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, Senin (18/1/2021).Kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap program vaksinasi COVID-19 yang pada tahap awal dikhususkan bagi nakes dimana selama masa pandemi berjuang menjadi garda terdepan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Muhammad Fauzi Ridwan, Binti Sholikah, Nawir Arsyad Akbar, Muhammad Nursyamsi

Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 masih bergulir untuk para tenaga kesehatan. Namun tidak semua tenaga kesehatan (nakes) yang telah dijadwalkan divaksin menerima vaksinasi.

Baca Juga

Setidaknya ratusan orang tidak hadir saat vaksinasi. Ikatan Dokter Indonesia (ID) tidak mau berspekulasi mengenai ketidakhadiran nakes yang akan divaksin.

IDI memilih bersikap bijak dan menilai tidak semua ketidakhadiran dilandasi penolakan untuk divaksin. "Mengenai nakes yang tidak hadir saat vaksinasi, saya pikir ada banyak kemungkinan yang harus diteliti satu persatu," kata Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Selasa (19/1).

Ia menyebutkan kemungkinan ada beberapa penyebab absennya para tenaga medis saat penyuntikan vaksin. Pertama, bisa jadi ada kesulitan saat melakukan registrasi di aplikasi Pedulilindungi. Kemudian kemungkinan kedua karena kesibukan nakes.

Zubairi menjelaskan, jam kerja tenaga kesehatan lumayan berat apalagi saat pandemi seperti sekarang yang sangat ketat jadwalnya. Oleh karena itu, ia meminta vaksinasi untuk para tenaga medis termasuk dokter yang belum mendapatkannya bisa dijadwal ulang.

Penyebab ketiga, dia melanjutkan, mungkin memang ada satu dua tenaga kesehatan yang belum begitu yakin mengenai keamanan dan efektivitas dari vaksin. Tetapi, Zubairi meyakini kemungkinan persoalan ini sangat kecil.

"Jadi, memang harus dilihat dari kasus per kasus," ujarnya.

Organisasi profesi IDI bersedia menjelaskan bagi nakes atau pihak yang masih meragukan efektivitas dan keamanan vaksin ini. Zubairi menambahkan, pertanyaan atau informasi yang diinginkan bisa langsung ditanyakan ke akun media sosial Twitternya.

"Nanti akan saya jelaskan sekali lagi. Yang jelas bisa disimpulkan vaksin ini aman dan efektif," katanya.

Kesimpulan ini, dia melanjutkan, berdasarkan penelitian dan pertimbangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengapa mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA). Ia menambahkan, BPOM tidak sembarangan mengeluarkan izin EUA karena sebelumnya telah membandingkannya dengan uji klinis vaksin negara lain seperti China dan Rusia.

Sementara Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) belum menerima laporan mengenai penolakan. Vaksinasi justru terkendala karena sistem pendaftaran yang dianggap menyulitkan.

"Sebelumnya memang ada yang buat meme di UGD rumah sakit menolak vaksin, tetapi setelah kami telusuri ternyata itu hanya bergurau dan untuk hiburan. Kenapa banyak nakes yang belum divaksinasi karena hambatan pendaftaran," kata Ketua Umum PPNI, Harif Fadhillah.

Ia menyebutkan beberapa laporan keluhan yang masuk adalah ada nakes yang telah terdaftar dan mendapatkan pesan singkat atau SMS blast tetapi kemudian statusnya berubah menjadi tidak terdaftar. Ada juga ketika nakes akan mendaftar ulang terkendala nomor induk KTP (NIK) yang terus dinyatakan salah padahal nomor dokumen kelendudukan ini sudah digunakan untuk berbagai hal.

Pihaknya juga mendapatkan laporan nakes yang awalnya menjadi prioritas pertama divaksin ternyata tiba-tiba diganti dengan vaksin periode yang akan datang. Bahkan, ada juga nakes yang telah berhasil daftar ulang tetapi tidak mendapatkan notifikasi jadwal vaksinasi. Kata nakes tersebut, kode registrasi akan dikirimkan lewat SMS tetapi tidak pernah muncul.

Kemungkinan terakhir, PPNI tidak menutup kemungkinan para nakes ini tidak menyebutkan profesinya sebagai perawat. Misalnya perawat berstatus pegawai pemerintah namun hanya ditulis PNS, kemudian perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan swasta hanya disebut karyawan swasta.

"Jadi, kalaupun tidak datang saat vaksinasi, kendala ada di sistem aplikasi Pedulilindungi," ujarnya.

PPNI mengaku telah menginformasikan permasalahan-prrmadlsalahan ini ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui aplikasi pesan instan Whatsapp. "Tetapi kami belum mendapatkan perkembangannya lebih lanjut karena kan baru sehari. Yang jelas, dengan adanya pendaftaran ini maka kami berharap registrasi ulang jadi lebih mudah," ujarnya.

"Akhirnya tidak jadi divaksin karena tidak terdaftar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement