Selasa 19 Jan 2021 04:50 WIB

Perpres Pencegahan Ekstremisme Rawan Disalahgunakan

Perlu diperjelas maksud ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Petugas Densus 88 menggiring tersangka kasus terorisme di Bandara Radin Inten II Lampung Selatan, Lampung, Rabu (16/12/2020). Sebanyak 23 tahanan kasus terorisme yang berhasil ditangkap Densus 88 di sejumlah wilayah di Lampung dipindahkanke Mabes Polri.
Foto: ANTARA/Ardiansyah
Petugas Densus 88 menggiring tersangka kasus terorisme di Bandara Radin Inten II Lampung Selatan, Lampung, Rabu (16/12/2020). Sebanyak 23 tahanan kasus terorisme yang berhasil ditangkap Densus 88 di sejumlah wilayah di Lampung dipindahkanke Mabes Polri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat teroris dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyoroti Perpres No 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RANPE). Menurutnya, aturan yang baru saja diterbitkan Presiden Joko Widodo itu terkesan ambigu.

Harits menilai Perpres RANPE sebenarnya tidak fokus pada aksi terorisme, melainkan mengarah kepada gejala pra aksi terorisme. Tindakan itulah yang kemudian dibahasakan sebagai ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada aksi terorisme.

Baca Juga

"Pada konteks diksi ekstremisme serta makna yang diadopsi dalam perpres potensi melahirkan perdebatan karena ambigu. Karena nyasar wilayah kayakinan, lain soal dengan tindakan kekerasan," kata Harits pada Republika, Senin (18/1).

Harits meminta pemerintah memperjelas maksud ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di lndonesia. Termasuk kondisi kerawanan seperti apa yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.

"Dengan paradigma dan parameter apa pada level implementasi untuk menilai sebuah keyakinan dan atau tindakan kekerasan itu sebagai ekstremisme?" ujar Harits.

Harits meragukan penerapan Perpres RANPE bakal menjunjung tinggi aspek keberimbangan. Ia khawatir aturan tersebut malah disalahgunakan demi kepentingan tertentu.

"Potensi subyektivitas dan tendensiusitas akan muncul dan sulit dikontrol," ucap Harits.

Dasar dikeluarkannya Perpres tersebut sebagaimana tercantum dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setkab.go.id yakni, menimbang:

a. Bahwa seiring dengan semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di lndonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.

b. Bahwa dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement