Jumat 08 Jan 2021 09:02 WIB

Banyaknya Istilah Pembatasan Aktivitas, Ini Kata Epidemolog

Efektivitas kebijakan PPKM ini sangat tergantung pada implementasinya.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Pedagang menggunakan alat pelindung wajah saat melayani pembeli pada hari pertama Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Jumat (15/5/2020). Pedagang di pasar-pasar tradisional di Denpasar diwajibkan menggunakan alat pelindung wajah dalam penerapan PKM tersebut untuk menghentikan penyebaran COVID-19
Foto: ANTARA/nyoman hendra wibowo
Pedagang menggunakan alat pelindung wajah saat melayani pembeli pada hari pertama Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Jumat (15/5/2020). Pedagang di pasar-pasar tradisional di Denpasar diwajibkan menggunakan alat pelindung wajah dalam penerapan PKM tersebut untuk menghentikan penyebaran COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang efektif per 11 Januari hingga 25 Januari 2021 mendatang. Padahal, sebelumnya pemerintah sudah membuat banyak akronim kebijakan pembatasan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) namun dinilai kurang efektif.

"Sebetulnya pemerintah sudah mengeluarkan banyak kebijakan, jadi banyak istilah juga. Kemudian sekarang PPKM Jawa-Bali yang agak sulit (diucapkan)," kata Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani saat dihubungi Republika, Jumat (8/1).

Ia menambahkan, yang terpenting dari semua kebijakan ini adalah bagaimana implemetasinya di bagaimana hingga monitoring dan pengawasan yang dilakukan  terhadap kebijakan tersebut. Sebab, seperti yang dia sampaikan jika tidak diimplementasikan dengan baik maka jangan berharap hasilnya juga maksimal.

Laura mengajak masyarakat bisa berkaca pada kebijakan serupa yang terlebih dahulu diterapkan. Meski telah mengeluarkan kebijakan yang berbeda, dia melanjutkan, tetapi pemerintah belum mampu untuk mengendalikan kasus dan mendisiplinkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan 3M.

Sebetulnya, dia melanjutkan, kebijakan yang dibuat pemerintah diharapkan mencapai puncak. Disebut puncak jika ada titik tertinggi kemudian melandai atau turun. Ia menyinggung beberapa negara sudah ada yang bisa mengendalikan kasus. Tetapi faktanya,  turunnya kasus belum terlihat, jadi kebijakan pemerintah ini belum berhasil untuk bisa menurunkan kasus.

Laura menegaskan efektivitas kebijakan PPKM ini sangat tergantung pada implementasinya. Pihaknya mengharapkan penerapan kebijakan ini membuahkan hasil yang signifikan.  Apalagi kalau dibandingkan dengan yang sebelumnya, kebijakan ini bersamaan dengan rekor kasus harian tertinggi mendekati 10.000. Lebih lanjut ia mengatakan ini juga akan diartikan berbeda beda tiap daerah dengan memodifiksi aturan sesuai dengan kondisi wilayah. Sehingga ia menilai masih ada celah bahwa pembatasan ini sebetulnya tidak terlalu ketat dan ada celah."Padahal, bisa dikatakan kondisi saat ini lebih kritis ketika dibandingkan situasi sebelumnya,"katanya.

Pihaknya berharap dengan kebijakan PPKM ini bisa menekan kasus, apalagi sekarang dengan kondisi fasilitas kesehatan yang over capacity, bed occupancy rate juga sudah tinggi hampir 100 persen. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement