Selasa 05 Jan 2021 19:12 WIB

ICJR: Kebiri Kimia, Prioritas yang Bukan untuk Korban

Efektivitas kebiri kimia dengan penekanan angka kekerasan seksual juga belum terbukti

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu (kiri) bersama Peneliti ICW Lalola Ester.
Foto:

Erasmus menuturkan, dalam kritik yang disusun ICJR, KPI, Ecpat dan Mappi FH UI pada 2016, sedari awal ide tindakan kebiri dicetuskan, telah terbukti dalam praktik di negara lain bahwa menyiapkan dan membangun sistem perawatan kebiri kimia  yang tepat membutuhkan banyak sumber daya dan mahal.

Sampai dengan saat ini, pihak pemerintah dan kementerian-kementerian terkait pun tidak pernah memberikan penjelasan mengenai gambaran pendanaan yang harus disediakan untuk menerapkan sistem yang mahal ini. 

"Terlebih, sistem ini, tidak sesuai dengan pendekatan kesehatan. Dari proyeksi yang bisa dilakukan, maka anggaran yang dikeluarkan tidak akan sedikit, karena selain pelaksanaan kebiri kimia, akan ada anggaran untuk rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik bagi terpidana kebiri kimia," tegasnya. 

Fakta ini juga diperparah dengan minimnya anggaran yang disediakan negara untuk perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana. Berdasarkan data anggaran LPSK, ditemukan bahwa sejak 2015 sampai dengan 2019, jumlah layanan yang dibutuhkan korban dan diberikan oleh LPSK terus meningkat. 

Pada 2015 hanya 148 layanan, 2019 menjadi 9.308 layanan. Namun, anggaran yang diberikan kepada LPSK sejak 2015 sampai dengan 2020 terus mengalami penurunan, bahkan cukup signifikan, anggaran LPSK pada 2015 berjumlah Rp 148 miliar sedangkan pada 2020 anggaran layanan LPSK hanya disediakan Rp 54.5 miliar, padahal kebutuhan korban meningkat. 

"Sebagai catatan, pada 2019, anggaran yang terkait dengan layanan terhadap korban hanya sebesar Rp 25 miliar," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement