Selasa 05 Jan 2021 00:05 WIB

KPK Minta Laporkan Jika Ada Dugaan Suap Sengketa Pilkada

Hakim MK segera melaporkan ke KPK apabila ada pihak yang berupaya melakukan suap.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengingatkan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak menerima suap terkait jual beli putusan saat menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di MK. Menurut dia, KPK siap menindak jika diketahui adanya niat suap menyuap.

"Mengingatkan sih iya, tetapi kalau niat mau menyuap, ada yang minta dan ada yang mau, dan KPK tahu, pasti ditindak," ujar Pahala kepada Republika, Senin (4/1).

Dia mengingatkan, agar hakim atau pegawai MK tidak melayani permintaan oknum untuk mengabulkan atau menolak permohonan di luar peraturan perundangan-undangan. Apalagi, permintaan tersebut disertai hadiah atau janji.

Dia mendorong, para hakim MK segera melaporkan ke KPK apabila ada pihak yang berupaya melakukan suap. Sebab, kata Pahala, KPK tidak secara khusus melakulan pengawasan terhadap mengawasi proses sengketa hasil pilkada.

"Soalnya kalau pasangan calonnya orang swasta misalnya, enggak ada urusan KPK dengan mereka, kecuali waktu mau suap hakim, nah ini yang diurus hakimnya," kata Pahala.

Peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana menyebutkan, modus suap dalam sengketa hasil misalnya jual beli putusan agar hakim mengabulkan atau menolak permohonan. Modus ini seperti yang dilakukan mantan Ketua MK Akil Mochtar saat menangani perselisihan hasil pilkada pada 2013 silam.

Menurut Ihsan, ruang kerawanan suap bisa saja terjadi saat pemeriksaan pendahuluan atau putusan akhir. Pasangan calon (paslon) atau pihak yang terlibat dalam perkara memanfaatkan tahapan ini untuk menyuap hakim MK.

"Apalagi pascarevisi Undang-Undang MK yang cukup kontroversial dan keberhasilan MK membangun kepercayaan publik terhadap sengketa hasil, jangan sampai tercederai akibat kesalahan yang pernah menimpa Akil Mochtar," ujar Ihsan kepada Republika, Senin (4/1).

Selain pelanggaran tidak pidana suap, lanjut Ihsan, pelanggaran kode etik hakim juga menjadi hal yang harus diwaspadai. Ia berharap para hakim lebih profesional dalam menangani perkara

"Bukan sebaliknya malah membuka ruang-ruang yang memang diketahui dapat menguntungkan hakim di luar prosedur hukum yang berlaku," kata Ihsan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement