Sabtu 02 Jan 2021 11:00 WIB

Akademisi Ini Optimistis Ekonomi Nasional Pulih di 2021

UU Ciptaker diyakini akan mendorong pertumbuhan bisnis dan investasi di Tanah Air.

Ilustrasi Pertumbuhan Investasi
Foto: Pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Investasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diyakini akan mendorong pertumbuhan bisnis dan investasi di Tanah Air melalui reformasi regulasi dan kemudahan berusaha. Kehadirannya dapat menjadi akselerasi pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19 yang masih mencengkram Indonesia dan Dunia.

Pakar Hukum Pembangunan Ekonomi UKI Dhaniswara K Harjono mengapresiasi pemerintah, di tengah pandemi Covid-19, Indonesia mampu menghadirkan produk hukum baru yang memberi harapan yakni UU Cipta Kerja. Ia berkata, UU Ciptaker yang terdiri 116 pasal ini mampu merevisi 77 UU sebelumnya yang ternyata isinya saling tumpang tindih dan tidak ada kepastian.

Adapun UU Cipta Kerja ini menyentuh masalah perizinan dan penanaman modal di mana implementasi dari UU ini sebagai upaya meningkatkan investasi yang akan membuka lapangan kerja lebih luas. "Salah satu sisi positif dari UU Cipta Kerja, kalau kita bikin perusahaan mudah, nggak perlu banyak modal. Kalau dulunya minimal Rp 50 juta, sekarang nggak ada," ujar dia di Jakarta, Jumat (1/12/2020).

Dhaniswara juga menilai, UU Cipta Kerja sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada serta tantangan ke depan. Seperti memanfaatkan bonus demografi yang akan dialami Indonesia dalam 10-20 tahun mendatang (2020-2040), kemudian menyederhanakan, menyinkronkan, dan memangkas regulasi dikarenakan terlalu banyaknya aturan yang diterbitkan di pusat dan daerah yang menghambat kegiatan berusaha dan penciptaan lapangan kerja.

"Kita akan dihadapkan pada persoalan masa depan, antara lain bonus demografi pada 2030 dan puncaknya pada 2040. Artinya jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Kita perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatkan lapangan kerja," kata Rektor UKI tersebut.

Berdasarkan survei BPS, kata dia menjelaskan, pada 2030 nanti setidaknya ada tambahan 52 juta penduduk usia produktif yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Ironisnya justru saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan regulasi yang menghambat penyediaan lapangan kerja dalam jumlah besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement