Rabu 30 Dec 2020 14:04 WIB

Politikus Gerindra: Pembubaran FPI Apa Sesuai UU Ormas?

Politikus Gerindra mempertanyakan apa pembubaran FPI sesuai UU Ormas.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Politikus Partai Gerindra Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (8/9).
Foto:

Pemerintah secara resmi telah melarang aktivitas dan akan menghentikan kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Hal tersebut diputuskan melalui Surat Keputusan Bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga.

 "Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai organisasi masyarakat (ormas) maupun organisasi biasa," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, pada konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (29/12).

Dia menjelaskan, sejak 21 Juni 2019, FPI secara de jure telah bubar sebagai ormas. Itu karena FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas hingga kini. Sementara masa berlaku SKT FPI yang sebelumnya hanya berlaku hingga 20 Juni 2019.

"Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum. Seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia sepihak, provokasi, dan sebagainya," katanya.

Menurut Mahfud, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan Mahkmah Konstitusi nomor 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI. Pemerintah juga akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena tidak lagi mempunyai kedudukan hukum.

"Jadi dengan larangan ini tidak punya legal standing. Kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah kalau ada sebuah organsisasi mengatasnamakan FPI, itu dianggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standingya tidak ada. Terhitung hari ini," jelas Mahfud.

Mahfud menjelaskan, pelanggaran kegiatan FPI itu dituangkan di dalam Keputusan Bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga. Dia merinci, enam pejabat itu, yakni menteri dalam negeri, menteri hukum dan hak asasi manusia, menteri komunikasi dan informatika, jaksa agung, kepala kepolisian Republik Indonesia, dan Kepala BNPT.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement