REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menegaskan relasi agama dan negara bagi Indonesia sebenarnya sudah selesai secara tuntas. Bahkan, konsep dan konstruksi sudah pula diputuskan pendiri-pendiri bangsa kalau Indonesia merupakan negara beragama.
Mahfud menjelaskan, sudah diputuskan Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama. Bedanya, menurut dia, kalau negara agama maka agama jadi pedoman formal, sedangkan negara beragama dimaknai agama diakui dan nilai-nilai kemuliaan masuk dalam kehidupan bernegara.
Baca: Menhan Prabowo Hingga Ustadz Adi Hidayat Hadiri HUT ke-72 Kopassus
"Indonesia itu bukan negara agama, tapi agama yang menjadi sumber-sumber nilai penyelenggaraan negara," kata Mahfud dalam keterangan pers di Jakarta pada Rabu (1/5/2024).
Mahfud turut menyinggung Piagam Madinah dan Proklamasi yang bunyinya saja sudah senada. Oleh karena itu, dia menyampaikan pujian kepada pendiri-pendiri bangsa yang mampu merumuskan proklamasi dengan begitu indahnya sebagai dasar negara.
"Piagam Madinah itu seperti Proklamasi bunyinya. Makanya, itu hebat yang bikin Proklamasi, itu seperti Piagam Madinah yang dibahasakan Indonesia," ujar mantan menko polhukam itu.
Baca: 'Kehebatan Kopassus Disegani Pasukan Khusus Seluruh Dunia'
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Masykuri Abdillah mengatakan, hubungan antara agama dan negara di Indonesia jauh lebih baik dari negara-negara Eropa. Masykuri mengingatkan Indonesia mengakui enam agama dengan masing-masing hari liburnya.
Kemudian soal pendirian rumah ibadah yang dirasa Masyukuri, Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara di Eropa atau Amerika. Walau fakta lapangan menunjukkan ada tantangan, tetapi hal itu tidak mempengaruhi kerukunan antarumat yang terjaga.
"Sementara, di Eropa itu sulit, di Amerika juga sulit, saya pernah meneliti juga soal ini. Misalnya, di Italia, penduduk Muslim hampir dua juta, tapi masjid hanya ada delapan," ujar Masykuri.
Baca: Prabowo Terhormat Diberi Ucapan Selamat oleh Presiden Erdogan
Sedangkan Guru Besar Universitas Katolik Widya Dharma (UKDW) Yogyakarta, Tabita Kartika merasa kehadiran agama memberi kritik yang membangun kepada negara. Karena itu, Tabita meyakini keberadaan agama menjadi sangat vital bagi negara.
"Untuk mengingatkan pentingnya menegakkan etika, kebenaran dan keadilan, tanpa diskriminasi dalam negara hukum," ujar Tabita.