REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha Tommy Sumardi mendapat status justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum) dari majelis hakim. Tetapi, Tommy tetap dijatuhi vonis lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
JPU Kejaksaan Agung (Kejakgung) menuntut agar dia divonis 1,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta dan subsider enam bulan kurungan, sementara, majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta dan subsider 6 bulan.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Muhammad Dami, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Damis memimpin majelis hakim yang terdiri dari Saifuddin Zuhri dan Joko Subagyo, menilaiTommy terbukti membantu Djoko Tjandra menyuap mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, senilai 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dan serta bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, sebesar 100 ribu dolar AS.
Namun, majelis memberikan status justice collaborator kepada Tommy.
"Berdasarkan surat 2 November 2020 mengenai permohonan JC yang disampaikan kepada majelis, setelah melihat alasan-alasan yang disampaikan tim penasihat hukum dan penuntut umum maka alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan yang diajukan terdakwa dapat diterima sehingga majelis berpendapat menyetujui permohonan terdakwa sebagai justice collaborator dalam perkara a quo," kataDamis.
Menurut hakim, Tommy dinilai sebagai pelaku yang bekerja sama karena telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana lain yaitu sebagai saksi dalam perkara Djoko Tjandra, Bonaparte, dan Utomo. Tujuan pemberian uang adalah agar Bonaparte menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO, di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Sekitar April 2020, Djoko Tjandra menghubungi Tommy membicarakan cara agar Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia untuk mengajukan peninjauan kembali atas kasus korupsi Bank Bali karena mendapat informasi bahwa Interpol Red Notice atas dirinya telah dibuka Interpol Pusat di Lyon, Prancis.
Agar Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka ia bersedia memberikan uang Rp10 miliar melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pohak yang turut mengurus kepentingan Djoko masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri. Terhadap vonis itu, Tommy dan JPU Kejagung menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.