REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadhan, Haura Hafizhah, Indira Rezkisari, Antara
Kementerian Kesehatan sudah menetapkan enam vaksin yang bisa digunakan di Tanah Air. Enam vaksin yang masuk dalam daftar adalah vaksin dari PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation atau Sinopharm, Moderna, Pfizer/BioNTech, dan Sinovac Biotech ltd.
Saat ini, 1,2 juta dosis vaksin Sinovac sudah tiba di Tanah Air. Vaksin ini akan segera digunakan setelah izin penggunaan darurat keluar dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) serta dipastikan kehalalannya.
Di luar daftar, masih ada sejumlah vaksin yang sudah masuk uji klinis tahap akhir. Salah satunya adalah vaksin produksi Rusia, Sputnik V.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, mengatakan, siap membantu pengadaan vaksin di Indonesia lewat Sputnik V. "Kami siap bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia di bidang ini. Vaksin Sputnik V saat ini sedang dalam proses registrasi di BPOM Indonesia dan organisasi kesehatan dunia WHO," ujar Dubes Lyudmila, lewat siaran persnya.
Indonesia disebut sudah menjalin komunikasi dengan Rusia untuk bekerja sama mengatasi virus corona jenis baru. Pada April 2020 Presiden Joko Widodo lewat kontak telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk meningkatkan kontak antara kementerian kesehatan kedua negara. Lalu, pada 17 September 2020, Rusia melalui Duta Besarnya di Indonesia, secara resmi telah menghubungi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menawarkan penggunaan dan pengembangan lebih lanjut vaksin Sputnik V.
Sputnik V adalah sebuah vaksin anti-Covid-19 yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute dan Kementerian Pertahanan Rusia di Moskow. Sputnik V juga merupakan vaksin terdaftar pertama di dunia berdasarkan platform berbasis vektor adenoviral manusia. Saat ini, Sputnik V berada di antara 10 kandidat vaksin teratas yang sudah mendekati akhir uji klinis dan siap untuk produksi massal serta sedang didaftarkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jubir vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, potensi jenis vaksin Covid-19 di Indonesia masih bisa berkembang. Sehingga, penetapan enam jenis vaksin Covid-19 sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis vaksin bisa kembali bertambah.
"(Jumlah itu) masih bisa ada pengembangan,’’ ujar dia kepada Republika, Jumat (18/12).
Namun demikian, ia menyebut jika pertimbangan matang untuk mengembangkan varian baru vaksin Covid-19 ke depannya masih harus dimantapkan. Utamanya, meminta saran dari para ahli terkait.
"Harus ada pertimbangan dan masukan dari para ahli dan BPOM tentunya," tambah dia.
Direktur Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rizka Andalucia, mengatakan, pendaftaran obat termasuk vaksin di BPOM menggunakan sistem elektronik. Namun, belum ada pendaftaran vaksin Covid-19 Sputnik V dari Rusia yang masuk melalui sistem registrasi di BPOM.
"Pendaftaran vaksin menggunakan sistem elektronik, di mana pendaftar memasukkan data dukung registrasi vaksin melalui sistem di BPOM. Sampai saat ini, belum ada pendaftaran vaksin Sputnik yang masuk melalui sistem registrasi di BPOM," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (17/12).
Tapi, terdapat Industri Farmasi (IF) yang bekerja sama dengan Sputnik V untuk mendaftarkan vaksin tersebut ke Indonesia. IF tersebut telah berkonsultasi ke BPOM terkait proses mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM.
Ia menambahkan, setiap IF dapat mengajukan permohonan untuk mendaftarkan obat dan vaksin untuk mendapatkan izin edar di BPOM. Lalu, BPOM akan mengevaluasi apakah sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Jika memang data dukung khasiat, keamanan, dan mutu sudah memenuhi syarat maka dapat diberikan izin edar atau EUA. "Setelah mendapat izin edar apakah vaksin ini akan digunakan atau tidak dalam program vaksinasi yang menentukan adalah Kementerian Kesehatan sebagai pelaksana program vaksinasi," kata dia.
Ia menjelaskan, hal ini sudah tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 9860 tahun 2020. Yaitu dimungkinkan adanya perubahan jenis vaksin Covid-19 bagi penggunaan di Indonesia. "Tentunya Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa pertimbangan untuk memilih vaksin mana yang akan digunakan dalam program vaksinasi," kata dia.
Dalam keterangan persnya, Dubes Rusia untuk Indonesia mengatakan, berdasarkan riset Gamaleya Research Institute, vaksin Sputnik V mampu memicu respons antibodi yang cepat. "Melalui uji coba tahap III pada manusia, vaksin Sputnik V memiliki tingkat kemanjuran yang tinggi setelah 28 hari setelah dosis pertama diberikan. Sekitar 42 hari kemudian, setelah peneliti melakukan penyuntikan dosis kedua, data menunjukkan efektivitas meningkat hingga 95 persen,” kata Dubes Vorobieva.
Efikasi vaksin Sputnik V ditemukan dari hasil terhadap 22.714 relawan dalam waktu 21 hari setelah menerima injeksi pertama vaksin atau plasebo. Analisa data menunjukkan hasil akhir efikasi di angka 91,4 persen.
Hingga 14 Desember, sudah lebih dari 26 ribu relawan divaksin menggunakan Sputnik V di 29 pusat layanan keseharan di Rusia sebagai bagian dari uji klinis lanjutan. Saat ini uji klinis tahap III sudah disetujui dan sedang berjalan di Belarus, Uni Emirat Arab, Venezuela dan negara lain. Termasuk uji klinis fase II dan III di India.
Sampai 14 Desember, dikutip dari laman Russia Direct Investment Fund, belum ditemukan efek samping yang parah dari riset Sputnik V. Mereka yang sudah divaksin melaporkan gejala minor jangka pendek, seperti sakit di bagian yang disuntik, hingga gejala seperti flu yaitu demam, lelah, fatigue, dan sakit kepala.
Satu lagi keunggulan Sputnik V yaitu harganya kurang dari 10 dolar AS untuk pasar internasional. Produksi dari lyophilized atau bentuk vaksin juga relatif mudah karena disimpan di suhu 2-8 derajat Celcius.
Vaksin Sputnik V nantinya juga akan diproduksi di luar Rusia. Dikutip dari Channel News Asia, India telah menyatakan komitmennya memproduksi 300 juta dosis vaksin Sputnik V tahun depan. Jumlah tersebut tiga kali lipat lebih banyak dari kesepakatan awal dengan Rusia.
Rusia sudah mulai pengetesan sampel pertama vaksin Sputnik V yang diproduksi di India. Kepala Russia Direct Investment Fund yang bertugas sebagai lembaga pemerintah yang mengurus vaksin, Kirill Dmitriev nengatakan Rusia memiliki kesepakatan dengan empat pembuat vaksin besar di India.
India adalah produsen vaksin terbesar dunia. Industri vaksin India bekerja keras meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kebutuhan dunia.
Sputnik V salah satunya dibuat oleh Hetero Biopharma, yang sudah membuat perjanjian dengan Rusia untuk menghasilkan 100 juta dosis. Belum diketahui perusahaan mana lagi di India yang akan menjadi produsen Sputnik V.
Negara-negara dunia memang sedang berlomba-lomba memenuhi kebutuhan vaksin bagi warganya. Namun, diperkirakan hampir satu dari empat orang populasi dunia mungkin tidak kan mendapatkan vaksin Covid-19 sampai setidaknya tahun 2022. Negara-negara kaya dengan kurang dari 15 persen populasi global telah mencadangkan 51 persen dari dosis vaksin yang paling menjanjikan.
Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang menjadi rumah bagi lebih dari 85 persen populasi dunia harus berbagi sisanya. Pernyataan ini disampaikan para peneliti dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat.
Negara kaya pun diminta berbagi dalam distribusi yang adil dari vaksin Covid-19 di seluruh dunia. "Ketidakpastian akses global ke vaksin Covid-19 tidak hanya berasal dari pengujian klinis yang sedang berlangsung, tetapi juga dari kegagalan pemerintah dan produsen vaksin untuk lebih transparan dan bertanggung jawab atas pengaturan ini," tambah mereka.
Pada 15 November, negara-negara berpenghasilan tinggi telah memesan hampir 7,5 miliar dosis vaksin dari 13 produsen. Ini termasuk Jepang, Australia, dan Kanada yang secara kolektif memiliki lebih dari satu miliar dosis tetapi menyumbang kurang dari satu persen dari kasus virus corona baru saat ini. Bahkan jika vaksin produsen terkemuka mencapai proyeksi kapasitas produksi maksimum mereka, hampir 25 persen populasi dunia mungkin tidak akan mendapatkan vaksin untuk satu tahun lagi atau lebih.