Kamis 17 Dec 2020 00:39 WIB

Pakar Hukum Setuju Mahfud Harus Ikut Diperiksa di Kasus HRS

Menurut Abdul Fickar, pelanggaran prokes termasuk kerumunan tak bisa dituntut pidana.

Rep: Mabruroh, Arie Lukihardianti/ Red: Andri Saubani
Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat bahwa Menko Polhukam Mahfud MD harus dimintai keterangan apabila polisi bersikukuh mempidanakan Habib Rizieq Shihab (HRS). Karena, menurutnya, pelanggaran protokol kesehatan (prokes) tidak bisa dituntut pidana.

"Jadi kalau polisi ngotot mempidanakan maka mau tidak mau harus memeriksa Mahfud sebagai pihak yang terkait karena terjadinya kerumunan itu, karena Mahfud sendiri berpendapat pelanggaran prokes termasuk kerumunan tidak bisa dituntut pidana," kata Abdul Fickar dalam pesan teks, Rabu (16/12).

Baca Juga

Fickar menuturkan, apabila kerumunan itu dijadikan alasan untuk penuntutan HRS atau siapa pun dan dianggap melanggar Pasal 93 UU Kekarantinaan adalah tidak kontekstual dan tidak menenuhi unsur. Karena terangnya, Indonesia tidak menerapkan karantina atau lockdown, melainkan PSBB.

Masih menurut Fickar, Pasal 93 itu adalah pelanggaran UU Kekarantinaan, yang tidak bisa diterapkan terhadap kerumunan pelanggaran PSBB atau protokol kesehatan jaga jarak. Karena itu seharusnya, tegas dia, kasus HRS tidak ada sejak awal.

"Karena itu seharusnya tidak ada proses penuntutan hukum terhadap HRS, baik di petamburan maupun di Cisarua, apalagi sangkaan Pasal 160 KUHP yang merupakan hasutan untuk melakukan tindak pidana adalah sangkaan yang mengada-ada. PSBB dan protokol itu tidak bisa dipidanakan," tegasnya.

Adalah Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) yang membuka wacana bahwa Mahfud juga semestinya diperiksa oleh polisi dalam kasus HRS. Emil, sapaan Ridwan, pada Rabu (16/12) memenuhi panggilan Polda Jabar.

"Namun izinkan, saya beropini secara pribadi terhadap rentetan acara hari ini, pertama menurut saya semua kekisruhan yang berlarut-larut ini dimulai sejak adanya statement dari Pak Mahfud MD yang mengatakan penjemputan HRS itu diizinkan," ujar Emil, kepada wartawan.

Menurut Emil, pernyataan Mahfud MD itu menjadi tafsir dari ribuan orang yang datang ke bandara selama tertib dan damai boleh. Maka terjadi kerumunan luar biasa.

"Sehingga ada tafsir ini seolah ada diskresi dari Pak Mahfud kepada PSBB di Jakarta dan PSBB di Jabar dan lain sebagainya," katanya.

Dalam Islam, kata dia, adil itu adalah menempatkan semua sesuatu sesuai dengan tempatnya. "Jadi beliau juga harus bertanggung jawab tak hanya kami-kami kepala daerah yang dimintai klarifikasi ya, jadi semua punya peran yang perlu diklarifikasi," kata Emil.

Merespons Emil, Mahfud pada Rabu sore lawat akun Twitter-nya menjawab, "Siap, Kang RK, Saya bertanggung jawab."

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement