Selasa 15 Dec 2020 13:51 WIB

Ini Persiapan Serikat Buruh Jelang Sidang Ketiga Omnibus Law

Serikat buruh sudah melengkapi permohonan sesuai saran hakim.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan)
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani akan mengikuti kelanjutan sidang ketiga terkait judicial review omnibus law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/12) besok. Serikat Buruh sudah menyelesaikan sejumlah perbaikan sebagaimana yang disarankan hakim MK pada sidang kedua.

"Perbaikan-perbaikan legal standing dan pokok perkara sudah dilakukan KSPSI AGN dan KSPI," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers yang digelar virtual, Selasa (15/12).

Baca Juga

Said mengatakan, perbaikan meliputi penegasan apakah para pemohon memenuhi persyaratan legal standing atau memiliki kedudukan hukum untuk bersidang di MK. Ia memastikan dalam AD/ART baik KSPI maupun KSPSI berhak mewakili buruh yang menjadi anggotanya.

"Begitu pula dalam aturan organisasinya dan kami perkuat lagi dengan surat tugas terhadap nama-nama yang jadi pemohon. Dengan demikian perbaikan terhadap legal standing bahwa konfederasi bisa mewakili anggotanya dalam hal ini para buruh untuk berperkara di MK menurut kami berdasarkan nasihat hakim MK adalah sudah tepat legal standing konfederasi," ujarnya.

Selain itu, Said mengatakan, pemohon juga sudah melakukan perbaikan terhadap dua hal. Dua hal tersebut itu apa hak konstitusional yang dirugikan terhadap pemohon, dan apa hak ekonomi yang dirugikan pemohon. 

Said mengatakan, KSPI dan KSPSI Andi Gani melakukan gugatan terhadap 69 pasal di dalam klaster ketenagakerjaan. Dari 69 pasal tersebut kemudian dirangkum ke dalam 12 isu perburuhan, antara lain Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK) yang dihilangkan. 

"Begitu pula upah minimum kabupaten kota atau UMK bersifat opsional, bisa diadakan bisa juga ditiadakan oleh gubernur dengan bahasa di dalam UU itu gubernur dapat menenetukan UMK. kalau UU 13 2003 yang lama kata 'dapat' tidak ada," tuturnya.

Selain itu, hal yang juga disoroti pemohon, yaitu isu outsourcing. Said mengatakan, dalam UU Cipta Kerja tidak ada pembatasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, dan tidak ada lagi apakah kategori atau kegaitan penunjang. 

"Semua kegiatan baik penunjang maupun pokok dalam uu ciptaker diperbolehkan untuk semua jenis pekerjaan. Apa akibatnya? dalam satu perusahaan akan terjadi bisa saja 95 persennya karyawannya outsourcing," kata dia.

Selain itu, ada pula isu karyawan kontrak. Menurutnya, dihilangkannya periode kontrak dapat berimbas pada hilangnya kesempatan seorang pekerja untuk diangkat karyawan tetap. Isu lainnya antara lain, berkenaan dengan cuti panjang yang tidak dihilangkan. Kemudian terkait jam kerja, danlembur yang ditambah. 

"Lembur yang ditambah membuat jam kerja jadi panjang, memang dibayar lemburnya, tapi jam kerja jadi panjang, orang bisa cepat mati kalau sudah usia tua," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement