REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Rr Laeny Sulistyawati
Pemprov DKI Jakarta memastikan adanya larangan bagi acara di malam tahun baru. Kebijakan tersebut diambil sebagai upaya menekan laju penularan Covid-19.
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta telah menerbitkan surat edaran yang berisi larangan bagi industri pariwisata menggelar acara perayaan malam tahun baru. Pelanggar akan dijatuhkan sanksi penutupan selama tiga hari.
"Kalau kaitannya dengan sanksi PSBB, sanksi akan dijatuhkan berupa penutupan selama 3 x 24 jam," kata Plt Kepala Dinas Parekraf Gumilar Ekalaya kepada Republika, Kamis (10/12).
Terkait pencabutan izin operasi bagi pengelola pariwisata yang melanggar, Gumilar menyebut semua ada tahapannya. Tahapan pertama, kata dia, tentu sesuai dengan aturan PSBB, yakni penutupan sementara waktu dan denda administrasi.
Selain itu, kata Gumilar, sanksi tambahan juga akan diberikan pihak kepolisian. Sebab, keputusan membuat surat edaran itu merupakan hasil koordinasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dengan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Pihak Polda Metro Jaya pun telah memutuskan untuk tidak mengeluarkan izin keramaian saat malam tahun baru.
"Kalau untuk mengadakan perayaan malam tahun baru itu kan mereka harus memiliki izin keramaian. Kalau tetap melaksanakan kegiatan perayaan tanpa izin keramaian, pastinya dari pihak Polda yang akan tindak," ujar dia.
Gumilar mengatakan, selama malam tahun baru jajaran Polda Metro Jaya bersama Satpol PP DKI dan Dinas Parekraf akan melakukan pemantauan di seluruh wilayah Jakarta. Selain upaya penindakan, pihaknya juga mengupayakan pencegahan dengan mengirimkan surat edaran itu ke semua pengelola tempat wisata di Jakarta.
"Kita sudah edarkan surat itu ke semua pengelola tempat pariwisata di Jakarta. Mulai dari hotel, restoran, kafe hingga tempat wisata seperti TMII dan Ancol," ucapnya.
Dengan dikirimkannya surat itu, menurut Gumilar tak perlu lagi ada sosialisasi tambahan. "Sebenarnya (isi) surat itu sudah jelas," kata dia.
Larangan menggelar acara malam tahun baru itu tertuang dalam surat edaran Dinas Parekraf Nomor 900/SE/2020. Edaran itu ditandatangani Plt Kepala Dinas Parekraf Gumilar Ekalaya, Senin (7/12).
Edaran mempersilakan industri pariwisata tetap beroperasi asalkan tetap mematuhi protokol kesehatan dan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, dilarang membuat acara perayaan tahun baru.
"Tidak diperkenankan untuk melakukan perayaan kegiatan malam tahun baru 2020-2021 yang berpotensi menciptakan kerumunan atau keramaian pada kegiatan masing-masing," kata Gumilar dalam surat edaran tersebut.
Gumilar meminta Tim Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 internal tempat pariwisata seperti hotel dan restoran untuk melakukan pengawasan. Satgas juga diminta menjamin tidak terjadinya kerumunan dan mendisiplinkan para tamu agar mematuhi protokol kesehatan.
Selain itu, lanjut dia, seluruh usaha pariwisata diminta menaati ketentuan batas jam operasional sesuai ketentuan PSBB Transisi, yakni hanya sampai pukul 21.00 WIB. "Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menindak tegas sesuai ketentuan apabila terjadi pelanggaran protokol kesehatan," kata Gumilar.
Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta namun mengkritik kebijakan larangan industri pariwisata menggelar acara pergantian malam tahun baru. Menurut fraksi PDIP, seharusnya Pemprov mendukung acara perayaan malam tahun baru supaya terjadi pergerakan ekonomi.
"Tidak bijak kalau Pemprov melarang industri pariwisata menggelar acara tahun baru. Seharusnya Pemprov mendorong agar pada akhir tahun ini ada pergerakan ekonomi yang kuat dari sektor industri pariwisata," ungkap Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono kepada Republika, Kamis (10/12).
Gembong mengatakan, klaster penyebaran Covid-19 tidak akan muncul saat perayaan malam tahun baru asalkan Pemprov melakukan pengawasan secara ketat. Pemprov harus mengatur, membatasi, mengawasi, dan menindak setiap pelanggaran pada setiap acara yang digelar.
"Sepanjang (protokol kesehatan) dipatuhi bersama, saya yakin tidak akan menimbulkan klaster baru. Tentunya pengawasan menjadi kunci," kata dia.
Jika acara bisa digelar dengan pengawasan ketat seperti itu, Gembong yakin akan terwujud sebuah keseimbangan. "Keseimbangan antara penanganan pencegahan penyebaran Covid-19 dan pergerakan ekonomi," ucapnya. Gembong pun berencana akan mempertanyakan keputusan Pemprov melarang acara malam tahun baru dalam rapat komisi DPRD.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan beberapa kiat berlibur aman. Salah satu sarannya adalah jangan berada dalam kerumunan terlalu lama.
"Yang harus amat sangat diupayakan adalah jangan kumpul bersama dengan banyak orang dalam satu ruangan dalam jangka waktu lama," ujar Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Imbauan ini termasuk meminta umat Kristiani yang akan ke gereja saat ibadah Natal jangan terlalu lama berkumpul di ruangan tertutup. Menurutnya satu jam adalah waktu yang paling lama. Kemudian, dia melanjutkan, saat libur tahun baru 1 Januari 2021 kebetulan bertepatan dengan hari Jumat yang artinya ibadah sholat Jumat digelar.
Zubairi meminta para jamaah yang ingin sholat bersama supaya menjaga jarak. Ia juga meminta ventilasi udara dalam masjid yaitu jendela dan pintu dibuka.
Kemudian jamaah diminta tidak memaksa sholat di dalam masjid. Jika penuh, Zubairi meminta, lebih baik sholat dilaksanakan di luar.
Tak hanya mengatur saat ibadah selama periode liburan akhir tahun, Zubairi juga meminta masyarakat yang ingin pergi jalan-jalan selama cuti bersama akhir tahun nanti supaya menerapkan protokol kesehatan. Misalnya menghindari bernyanyi di ruangan tertutup yang memakai pendingin udara (AC). Ia juga meminta masyarakat jangan makan di restoran di dalam ruangan yang menggunakan pendingin udara.
"Cari restoran di luar gedung, karena kadang ada tempat makan yang terbuka tempatnya di teras atau outdoor," katanya.
Kemudian, Zubairi meminta penyelenggara tempat wisata atau pemerintah melakukan supervisi. Artinya, dia menambahkan, harus ada orang yang memonitor, mengevaluasi dan kemudian membuat pengumuman di mikrofon. Jadi, ada pihak yang mendisiplinkan masyarakat dan menindak tegas kalau terjadi pelanggaran di tempat wisata.
"Tujuannya demi menyelamatkan nyawa manusia. Kalau masyarakat, pemerintah atau penyelenggara tempat wisata tidak melakukannya, kenaikan kasus Covid-19 bisa terlalu cepat," katanya.
Upaya menjaga diri sangat penting di tengah pandemi. Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono angkat bicara mengenai banyak masyarakat di Tanah Air yang mengabaikan protokol kesehatan.
"Masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan bukan karena bosan. Menurut saya karena tidak peduli," kata Miko.
Miko meminta kepedulian penduduk Indonesia dalam menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun seharusnya ditingkatkan. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah termasuk satgas di tingkat kabupaten/kota terus mengedukasi dan mengingatkan publik.
Ia juga mengusulkan Satgas Penanganan Covid-19 bisa memberi imbauan pada seluruh lapisan masyarakat dengan contoh-contoh yang nyata. Selain itu, ia merekomendasikan sosialisasi bisa dilakukan dengan pendekatan dengan menyesuaikan tingkat pendidikan warga. Sebab, tingkat pemahaman orang-orang dengan berbagai jenjang pendidikan tertentu maka bisa memberikan pemahaman yang berbeda-beda.
"Sebaliknya, ketika melakukan edukasi dengan cara bersamaan (tanpa melihat tingkat pendidikan) maka masyarakat menjadi abai karena persepsi dia," ujarnya.
Ia menganalisis, seringkali masyarakat mengatakan bahwa virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) adalah penyakit konspirasi. Kemudian baru mempercayai ketika keluarga dekat atau dirinya sendiri yang terinfeksi virus ini. Jika virus belum menginfeksi diri sendiri atau keluarga dekat, dia melanjutkan, maka mereka bisa mengabaikannya sampai kapanpun.
"Kalau kepentok baru terasa (Covid-19 ada). Karena apa susahnya menerapkan protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak?" katanya.