Kamis 10 Dec 2020 08:15 WIB

Mengukur Tindakan Tegas Terukur dari Polisi

Benarkah penembakan oleh personel polisi pasti selalu merupakan langkah terukur?

Aparat Kepolisian menjaga massa Front Pembela Islam (FPI) yang berkumpul di depan Markas Polda Jabar, Jalan Sokarno Hatta, Kota Bandung, Kamis (12/1).
Foto:

Sympathetic fire, betapa pun berlangsung secara alamiah, menunjukkan sebuah perilaku kerja yang bertolak belakang dengan keharusan adanya perhitungan cermat sebelum personel menembak atau tidak menembak. Kemungkinan menembak menjadi perilaku spontan (bukan aktivitas terukur) semakin besar ketika personel sudah mempersepsikan target sebagai pihak yang berbahaya.

Jadi, dengan kata lain, dalam situasi semacam itu, personel bertindak didorong oleh rasa takut. Pada diri personel terbangun kesiagaan ekstra, bahkan berlebihan, sehingga tafsirannya atas sasaran juga menjadi cenderung berlebihan. Tindak-tanduk sasaran bisa dianggap membahayakan, sehingga personel terangsang untuk selekasnya mengambil langkah untuk melumpuhkan bahkan mematikan korban.

Faktor situasi di lokasi penembakan juga memainkan peran penting. Apalagi jika peristiwa yang dipersepsikan kritis oleh polisi itu berlangsung pada malam hari. Ada data yang menunjukkan, dalam kasus penembakan terhadap target yang disangka bersenjata (padahal tidak membawa senjata), tujuh puluhan persen di antaranya berlangsung pada malam hari saat pencahayaan minim sehingga mengganggu kejernihan penglihatan personel.

Sempurnalah faktor luar dan faktor dalam berinteraksi memunculkan perilaku polisi dan situasi penembakan. Faktor luar adalah, antara lain, letusan pertama oleh personel pertama dan kondisi alam di TKP. Faktor dalam, misalnya, adalah rasa takut personel.

Dengan gambaran seperti itu, benarkah penembakan oleh personel polisi pasti selalu merupakan langkah terukur? Tidak selalu. Penembakan oleh personel polisi sebagai perilaku di luar kontrol tetap merupakan kemungkinan. Baik akibat kesengajaan (intentional) maupun--menjadi fokus tulisan ini--ketidaksengajaan (unintentional). Karena terbuka setidaknya dua spekulasi, apalagi ketika di masyarakat beredar sejumlah versi kronologi peristiwa penembakan, maka dibutuhkan investigasi kasus per kasus terhadap masing-masing personel dan interaksi antar personel.

Investigasi oleh semacam shooting review board nantinya tidak hanya menghasilkan keluaran berupa simpulan apakah penembakan oleh personel polisi masih berkesesuaian atau bertentangan dengan ketentuan. Lebih luas lagi, temuan tim investigasi bermanfaat sebagai masukan bagi unit-unit pengembangan sumber daya manusia dan pendikan pelatihan personel kepolisian.

Investigasi merupakan bagian dari upaya menjaga akuntabilitas kepolisian. Hilirnya, apa lagi kalau bukan terjaganya reputasi sebagai lembaga profesional, modern, dan--terpenting sekaligus terberat--terpercaya. Optimistis. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement