Selasa 01 Dec 2020 17:57 WIB

Soal Pengganti Edhy Prabowo, Istana Belum Mau Terbuka

Pengganti Edhy bisa saja berasal dari kalangan partai politik atau justru profesional

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Agus Yulianto
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (tengah)
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana kepresidenan masih enggan terbuka mengenai kandidat pengganti Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyebutkan, masyarakat bebas berspekulasi dan mengira-ngira mengenai sosok pengganti Edhy, apakah berasal dari partai politik atau dari profesional. 

Namun menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap punya pertimbangan tersendiri mengenai hal ini. "Haknya masyarakat untuk berspekulasi, tapi tunggu saatnya. Jawabannya tunggu saatnya," kata Moeldoko di kantornya, Selasa (1/12). 

Saat ini, tugas Menteri KP masih dijalankan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Tenaga Ahli Utama KSP, Donny Gahral Adian, sempat mengungkap sejumlah kriteria yang menjadi pertimbangan Presiden Jokowi dalam menunjuk Menteri KP baru. 

Sejumlah pertimbangan yang perlu diperhatikan, menurut Donny, antara lain kompetensi, integritas, dan yang tak kalah penting adalah rekam jejak di sektor kelautan dan perikanan.

"Presiden pasti banyak pertimbangan. Tapi saya kira pasti akan segera diputuskan siapa penggantinya. Hanya perlu waktu lah untuk mencari sosok yang tepat," ujar Donny akhir pekan lalu. 

Donny pun tak menampik, apabila sosok pengganti Edhy bisa saja berasal dari kalangan partai politik atau justru profesional. Apapun latar belakang kariernya, Donny menilai yang terpenting adalah memenuhi seluruh kriteria kompetensi yang ditetapkan Presiden Jokowi.

Diberitakan sebelumnya, Edhy Prabowo mengundurkan diri usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Berdasarkan laporan KPK, Edhy menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito. Tujuannya agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster melalui forwarder, PT Aero Citra Kargo (PT ACK).  

Perusahaan ini merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Walhasil, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK dengan tarif Rp 1.800 per benih.

Perusahaan-perusahaan yang berminat kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp 9,8 miliar. Uang tersebutlah yang diduga kuat, dijadikan suap untuk Edhy Prabowo. Berdasarkan temuan KPK, Edhy menerima Rp 3,4 miliar dari PT ACK beserta 100 ribu dolar AS atau setara Rp 1,41 miliar dari Suharjito. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement