REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Presidium MER-C menyayangkan sikap Walikota Bogor Bima Arya yang melakukan intervensi terahadap pihak rumah sakit yang menangani Habib Rizieq Shihab.
MER-C meminta agar semua pihak tidak membuat kegaduhan dan memberi kepercayaan kepada tim medis yang bertugas.
Ketua Presidium MER-C, dr Sarbini Abdul Murad, menyayangkan sikap Bima yang mempublikasikan kondisi Habib Rizieq sebagai pasien kepada publik. Tindakan ini dinilai tidak beretika dan dapat menimbulkan kesimpangsiuran serta keresahan bagi masyarakat.
"Perihal menyampaikan kondisi kesehatan adalah domain keluarga. Bahkan pihak RS/ dokter yang merawat tidak memiliki hak untuk menyampaikan tanpa seizin keluarga," jelas Sarbini dalam pernyataan yang diterima Republika.co.id, Sabtu (28/11).
Sarbini menilai Bima perlu belajar etika kedokteran mengenai independensi tenaga medis dalam bekerja. Selain itu, Sarbini juga menilai Bima perlu belajar mengenai hak pasien dalam menerima atau menolak semua upaya pemeriksaan dan pengobatan yang akan diberikan tanpa intervensi atau tekanan pihak mana pun.
"Jangankan dalam situasi normal, di daerah bencana dan peperangan saja wajib kita selaku tenaga medis tetap menjaga profesionalitas dan menghormati hak-hak pasien," tambah Sarbini.
Oleh karena itu, Sarbini meminta agar Bima mempercayakan penanganan Habib Rizieq kepada pihak rumah sakit dan tim medis yang menangani. Sarbini memastikan abhwa tim medis mengetahui langkah-langkah apa saja yang perlu dan tidak perlu dilakukan untuk menangani pasien.
"Saat ini semua pemeriksaan yang perlu dilakukan tengah berjalan dan pengobatan akan dijalankan sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemukan," ujar Sarbini.
Sarbini juga mengimbau agar semua pihak tidak membuat kegaduhan atas kondisi saat ini. Dia meminta agar semua pihak bisa menghormati hak privasi Habib Rizieq sebagai pasien dan mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada tim medis.
Di masa pandemi ini, Sarbini menilai masalah kesehatan seringkali menimbulkan polemik karena selalu dikaitkan dengan Covid-19. Polemik ini semakin rumit karena adanya perbedaan persepsi antara masyarakat dan tenaga kesehatan dalam menyikapi Covid-19.
Stigmatisasi, kurangnya empati dan menghormati hak provasi pasien dinilai turut memunculkan jurang yang cukup besar antara masyarakat dan petugas pemerintah.
"Oleh karena itu, perlu kembali kepada profesionalitas dan etika dan hukum kedokteran di mana menjunjung tinggi hak-hak pasien," ujar Sarbini.
MER-C, lanjut Sarbini, telah berpengalaman dalam memberikan abntuan medis dan kesehatan kepada siapa saja. Konsep kemnusiaan MER-C yang rahmatan lil alamin// menjunjung independensi dan netralitas dalam memberi pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan.
"MER-C menolong siapa saja tanpa membedakan latar belakang masalahnya. Sebut saja Panglima GAM, alm Ishak Daud, Komjen Polisi Susno Duadji, Ust Abu Bakar Baasyir, para terduga terorisme, dsb," jelas Sarbini.