REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bantuan Hukum DPP Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar menyebut, dinaikannya kasus kerumunan massa di acara pernikahan puteri Habib Rizieq Shihab (HRS) ke tahap penyidikan, merupakan bentuk diskriminasi. Mengingat, banyak kasus serupa yang terjadi pada saat masa pandemi Covid-19, tapi tidak ada tidak proses hukum.
"Kalau itu terjadi, maka diskriminasi hukum dan kriminalisasi ulama dan habib nyata jelas terang benderang," tegas Azis Yanuar saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (27/11).
Padahal, menurut Aziz, kerumunan tidak jaga jarak terjadi masif di Solo,Surabaya, Banyumas, Indramayu, Pekalongan, Banjarmasin, Magelang bahkan sampai di Minahasa Sulawesi Utara. Bahkan di Minahasa, kerumunannya sangat luar biasa tapi tidak ada sama sekali tindakan hukum apapun.
"Begitu juga acara penolakan HRS yg juga tidak jaga jarak berlangsung marak di pekanbaru dan surabaya serta NTT oleh para pribadi-pribadi kebal hukum dan sanksi," tuturnya
Sementara, lanjut Aziz, acara yang dihadiri HRS dan sudah dijalankan dengan mitigasi serius. Bahkan karena diluar perkiraan akhirnya sudah di sanksi serta terkesan dicari-cari kesalahannya untuk membuat tindak pidana.
Namun, dia menegaskan, siapapun yang dijadikan tersebut, termasuk penyelenggara akad nikah, pihaknya bakal memberikan bantuan hukum. "Yang jelas nyata di NTT ancam bunuh, hasil sembari merusak baliho gambar. Beliau adem ayem karena kebal hukum, ini bukan lagi Rechtsstaat, tapi obrigkeitsstaat," ungkapnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menaikkan kasus kerumunan massa pada acara akad nikah puteri HRS di Petamburan, Jakarta Pusat ke tingkat penyidikan. Hal itu setelah tim penyidik melakukan evaluasi hasil klarifikasi dari para saksi yang telah diundang. Kemudian dilanjutkan dengan gelar perkara dan hasilnya kasus tersebut bisa dinaikkan ke tahap penyidikan.
"Pagi tadi, memang dilakukan gelar perkara oleh tim penyidik dilakukan gelar perkara, dari hasil gelar perkara sudah dianggap cukup untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan," tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (26/11).
Kendati demikian, kata Yusri, salah satu unsur yang membuat penyelidikan kasus kerumunan massa dilanjutkan ke penyidikan adalah ditemukannya dugaan adanya tindak pidana. Dalam hal ini pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sehingga dengan adanya penyidikan nanti akan membuat terang adanya tindak pidana.
"Setelah hasil gelar perkara memenuhi unsur persangkaan di dalam undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan," terang Yusri.
Untuk tindak lanjut ke depannya, menurut Yusri, penyidik akan kembali memanggil dan mencari keterangan-keterangan saksi-saksi, termasuk saksi ahli. Juga pihak kepolisian akan mencari alat-alat bukti, surat maupun petunjuk-petunjuk untuk melengkapi semuanya.
"Akan memanggil lagi saksi-saksi yang lain tapi kan ini baru rencana tindak lanjut ke depan, tunggu saja," kata Yusri.