Jumat 27 Nov 2020 05:43 WIB

Apakah Arab Saudi Tekan Pakistan untuk Akui Israel?

Israel telah membuka hubungan diolomatik dengan sejumlah negara Arab

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Bendera Pakistan.
Foto: EPA
Bendera Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Perdana menteri Pakistan menjadi berita utama pekan lalu ketika dia mengungkapkan bahwa Islamabad berada di bawah tekanan sejumlah negara "sahabat" untuk mengakui Israel.

Meskipun dia tidak menyebutkan nama meskipun berulang kali ditanya apakah mereka negara Muslim atau non-Muslim, banyak yang percaya Imran Khan merujuk ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Baca Juga

"Tinggalkan ini [pertanyaan]. Ada hal-hal yang tidak bisa kami katakan. Kami memiliki hubungan baik dengan mereka," kata Khan kepada pewawancara.

UEA dan Bahrain baru-baru ini menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel. Beberapa negara Teluk lainnya, termasuk Arab Saudi, juga mempertimbangkan opsi untuk menormalkan hubungan.

"Mari kita berdiri di atas kaki kita sendiri dalam hal ekonomi, kemudian Anda bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini," kata Khan, mengacu pada ketergantungan ekonomi Islamabad pada negara-negara Teluk yang telah berlangsung lama.

Sejumlah media lokal dan internasional menganggap Khan mengisyaratkan Amerika Serikat, sekutu lama Pakistan dalam perang melawan terorisme, meskipun kemudian dengan cepat dibantah oleh Islamabad.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan Khan salah mengutip karena tidak ada tekanan pada Islamabad untuk mengakui Tel Aviv.

Pakistan dicecar dengan rumor tentang kemungkinan peran Saudi, meskipun Khan dengan jelas mengartikulasikan posisi Islamabad bahwa jika penyelesaian yang adil dan memuaskan Palestina tidak ditemukan, Pakistan tidak bisa mengakui Israel.

Meskipun Arab Saudi belum mengakui Israel, banyak pihak menganggap bahwa UEA dan Bahrain tidak bisa menormalisasi hubungan tanpa persetujuan Riyadh.

Tidak ada konfirmasi resmi

Mohammad Ali Siddiqi, seorang analis yang berbasis di Karachi yang sering menulis tentang Timur Tengah, tidak menepis kemungkinan bahwa Riyadh menekan Islamabad untuk menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv.

"Mengenai tekanan Saudi, ya, itu tidak bisa dikesampingkan," kata Siddiqi kepada Anadolu Agency.

Dia mengatakan jika Pakistan mengakui negara Yahudi itu, pujian akan diberikan ke Riyadh.

"MBS bisa sangat perhitungan," ungkap dia, mengacu pada Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman.

"Jika seseorang percaya apa yang dikatakan [Presiden Turki] Recep Tayyip Erdogan, MBS mengancam akan mengusir semua pekerja Pakistan di kerajaan jika Imran Khan menghadiri KTT Kuala Lumpur Desember lalu,” tambah dia.

Pakistan menolak menghadiri KTT diduga karena tekanan dari Arab Saudi, yang melihat forum itu sebagai alternatif dari Organisasi Kerjasama Islam.

Menurut Siddiqi, pejabat Pakistan, bahkan mantan pejabat, tidak akan mengonfirmasi atau menyangkal jika ada tekanan pada Pakistan untuk mengakui Israel.

Namun, jika negara-negara memberikan tekanan, apakah Arab Saudi termasuk di antara mereka?

Tidak ada tekanan Saudi

Letnan Jenderal (purnawirawan) Talat Masood, seorang analis keamanan yang berbasis di Islamabad, mengatakan bahwa Riyadh tidak membujuk Pakistan untuk mengakui Israel.

“Negara-negara Arab sedang menormalisasi hubungan mereka dengan Israel di bawah pendekatan sempit yang murni didasarkan pada keuntungan politik dan ekonomi dengan mengorbankan nilai. Mereka tidak lagi peduli dengan perjuangan Palestina,” ungkap dia kepada Anadolu Agency.

"Mungkin ada sedikit peran Saudi untuk merayu Pakistan dalam hal ini, tetapi secara umum, saya rasa tidak ada tekanan," kata Masood, yang bertugas di tentara Pakistan hingga 1990.

Pendapat serupa juga diberikan mantan duta besar Pakistan untuk Arab Saudi Shahid Amin.

"Mengapa Arab Saudi melakukan itu ... setelah klarifikasi Kementerian Luar Negeri, itu harus dibersihkan. Pakistan tidak cocok dengan gambaran ini,” ujar dia.

Meskipun begitu, Amin, mengakui bahwa Abu Dhabi dan Manama menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv dengan persetujuan Riyadh.

Namun, kata dia, akan sulit bagi Riyadh untuk melakukannya, mengingat masalah internal dan eksternal yang bisa dihadapinya.

“Arab Saudi adalah ujung tombak dunia Muslim, pengakuannya akan mengundang terlalu banyak masalah bagi dirinya sendiri,” jelas dia.

Senada dengan Amin, Siddiqi mengatakan bahwa Arab Saudi memiliki posisi unik dalam persaudaraan Islam.

“Sang raja menyebut dirinya pelayan dari dua tempat suci [Mekah dan Madinah]. Oleh karena itu, dia akan mengejutkan dunia Muslim jika mengambil sebuah keputusan yang dianggap oleh banyak Muslim sebagai pengkhianatan bukan hanya atas perjuangan Palestina tetapi juga tujuan Islam,” ujar dia.

Sementara itu, Masood mengatakan hanya masalah waktu bagi kerajaan untuk mengikuti jejak UEA dan Bahrain.

Dia menambahkan bahwa mereka membiarkan kedua negara melanjutkannya untuk mengecek ombak demi mempersiapkan publik Saudi untuk mencerna langkah besar tersebut.

Islamabad tidak akan tunduk pada tekanan

Masood mengatakan bahkan jika ada tekanan, Pakistan tidak akan tunduk padanya.

“Imran Khan sepenuhnya memahami bahwa rakyat Pakistan tidak akan pernah menerima keputusan apa pun yang bertujuan untuk mengakui atau menormalkan hubungan dengan Israel. Itulah yang dia perjelas berkali-kali. Arab Saudi juga mengetahui hal ini dengan sangat baik,” ungkap dia

Setuju dengan pendapat iru, Siddiqi mengatakan pengakuan yang tergesa-gesa dapat memicu gelombang reaksi ekstremis, yang tidak mampu dilakukan oleh pemerintah Imran Khan yang lemah dan terkepung.

Hubungan Pakistan dengan negara-negara Teluk memiliki dasar ekonomi yang kuat. Pengiriman uang dalam jumlah besar dikirim oleh ekspatriat Pakistan di Arab Saudi, UEA, Qatar dan Kuwait.

Arab Saudi dan UEA menampung lebih dari tiga juta warga Pakistan.

Menurut bank sentral Pakistan, Arab Saudi, di mana sekitar 1,9 juta orang Pakistan tinggal, menduduki puncak daftar negara dengan jumlah pengiriman uang tertinggi yang dikirim ke Pakistan, lebih dari USD4,5 miliar per tahun, disusul oleh UEA dengan lebih dari USD3,47 miliar.

Saudi dan UEA juga merupakan mitra perdagangan regional terbesar Pakistan, yang bersama-sama mengekspor barang dan jasa, terutama minyak mentah, senilai lebih dari USD7 miliar ke Pakistan pada tahun fiskal ini.

Ekspor Islamabad ke negara-negara ini masing-masing mencapai USD852 juta dan USD300 juta pada 2019/2020.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hubungan Pakistan dengan sekutu tradisional Teluk telah merugikan karena "netralitas" pada beberapa masalah, termasuk perang di Yaman dan blokade Qatar oleh aliansi Arab yang dipimpin Saudi.

Riyadh juga tampaknya kesal dengan kritik dari Islamabad bahwa mereka bersikap “suam-suam kuku” dalam sengketa Kashmir yang telah berlangsung lama.

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement