REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) 2021 menjadi salah satu isu yang dibahas dalam kegiatan Rapimnas Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) yang berlangsung di Yogyakarta 24-25 November 2020 lalu. Ketua Umum APTI Soeseno menuturkan dalam Rapimnas dibahas secara menyeluruh implikasi kenaikan cukai terhadap nasib petani tembakau ke depannya.
"Sejujurnya, para petani tembakau di daerah tidak mengetahui detail apa dan bagaimana perhitungan kenaikan cukai, atau bagaimana dampak langsung dan tidak langsungnya di lapangan. Di Rapimnas APTI kali ini, petani perlu memahami secara menyeluruh kebijakan kenaikan cukai, sehingga mereka tidak termakan hoaks," ujarnya, Rabu (25/11).
Ia menekankan, selama ini, petani tembakau di daerah hanya sekadar mengetahui bahwa kebijakan kenaikan cukai akan mengurangi permintaan tembakau dari pabrikan ke petani.
"Di Rapimnas ini kita memaparkan seluruh fakta tentang pertembakauan di lapangan, termasuk rencana kenaikan cukai, agar benar-benar clear. Bagaimana detail aturannya, pengaruhnya terhadap produksi, substitusinya. Intinya seperti apa rumitnya, petani harus punya gambaran, punya persepsi yang sama," kata Soeseno menegaskan.
Ia melanjutkan, Rapimnas APTI menjadi ruang diskusi bagi petani tembakau untuk menyuarakan keresahannya dan menjembatani mereka untuk mengakses informasi yang aktual terkait aturan, kebijakan pemerintah serta dampaknya. Rapimnas APTI juga menjadi wadah konsolidasi bagi para anggota untuk membahas program-program yang selama ini tidak bisa dijalankan karena terdampak pandemi Covid-19. Misalnya, akibat pandemi beberapa pengurus APTI di daerah tidak bisa melaksanakan musyawarah daerah (musda).
"Para pengurus dan anggota APTI di daerah menaati protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Sangat tidak disarankan untuk kumpul-kumpul, sekalipun tujuannya musyawarah. Para petani tembakau menerapkan social distancing," kata Soeseno.
Sekjen APTI Wening Swasono, menuturkan dalam Rapimnas kali ini, diharapkan lahir kesepakatan bahwa Munas yang pada awalnya direncanakan pada akhir November 2020 dapat ditunda hingga Maret 2021. Pertimbangannya, selain karena kurva Covid-19 yang juga belum melandai, masih banyak DPD yang belum melaksanakan musyawarah cabang (muscab). "Dalam Munas APTI nantinya, dampak kenaikan cukai, sigaret kretek tangan (SKT) dan kemitraan petani menjadi sorotan utama,"ujarnya.
Di tengah pandemi Covid-19, Soeseno menyadari bahwa bukan hanya industri tembakau saja yang terkena dampak. Situasi ini tidak hanya dirasakan industri di dalam negeri, namun juga global. UMKM, sektor jasa, manufaktur, transportasi dan masih banyak lagi, merasakan jatuh bangun untuk bertahan di tahun 2020.
"Seluruh sektor ekonomi terdampak, termasuk industri hasil tembakau (IHT), pabrikan tutup. Semoga pada 2021, tembakau dapat bergairah kembali dan dapat menjadi harapan petani. Memang kondisi saat ini berat, kita semua harus bersabar," kata Soeseno.
Perwakilan APTI Jawa Barat, Suryana, mengungkapkan soal kenaikan cukai, pihaknya bukannya tidak setuju, namun pemerintah sebaiknya jangan menaikkannya secara signifikan. "Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19. Jangan sampai kenaikan semakin menambah penderitaan masyarakat menengah ke bawah," kata Suryana.
Sementara itu, perwakilan APTI Jawa Tengah, Rifai, menuturkan pemerintah harus menjamin stabilitas harga tembakau. Seperti diketahui, Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu industri yang terpukul keras akibat pandemi Covid-19 sejak pertengahan tahun ini.
Rapimnas di Yogyakarta kemarin diikuti perwakilan dari setiap DPD, seperti dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat.