REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Wakil Presiden Bambang Widianto selaku Sekretaris Eksekutif (Ad Interim) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengatakan pandemi Covid-19 menjadi tantangan dalam upaya menurunkan pravelensi stunting di Indonesia. Bambang menyebut, adanya pandemi covid-19 berdampak pada turunnya jumlah kunjungan ke Posyandu.
Padahal, menurutnya pencegahan stunting, salah satunya pelayanan kesehatan tidak boleh berhenti. "Karenanya diperlukan upaya inovatif dari pemerintah daerah untuk memastikan layanan yang diperlukan masyarakat tetap tersedia dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," ujar Bambang dalam siaran pers Sekretaris Wakil Presiden saat membuka Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan Percepatan Pencegahan Stunting 2018 - 2024, Selasa (24/11).
Karena itu, Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam upaya menurunkan pravelensi stunting di tengah pandemi Covid-19. Bambang mengatakan pemerintah pusat telah menyusun beberapa panduan yang bisa menjadi referensi dalam penyediaan layanan di lapangan
Bambang memaparkan bahwa berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, anak balita Indonesia yang mengalami stunting adalah sebesar 30,8 persen. Ini artinya hampir 1 dari 3 anak Indonesia mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama, dimulai dari masa kandungan hingga usia 2 tahun atau 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
"Jika dibiarkan, anak-anak yang menderita stunting akan mempunyai kemampuan kognitif yang lebih rendah, rentan terhadap penyakit tidak menular dan ketika dewasa mempunyai produktivitas yang rendah. Hal ini, dalam jangka panjang akan merugikan kita sebagai bangsa dan negara," ungkapnya.
Karenanya, pemerintah akan terus menggalakkan berbagai program percepatan pencegahan stunting dengan melibatkan pemerintah daerah. Hingga saat ini, menurutnya, terdapat 260 Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah prioritas penanganan stunting.
Lalu, ada 258 Kepala Daerah dari wilayah prioritas tersebut telah menandatangani komitmen untuk melakukan percepatan pencegahan stunting di wilayahnya.
"Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, pencegahan stunting dapat dijadikan sebagai prioritas pembangunan di daerah dan semua sumber daya yang diperlukan dapat dimobilisasi untuk pencegahan stunting," ungkapnya.
Di samping itu, Bambang menyebut dilakukannya pendampingan pelaksanaan Program Percepatan Pencegahan Stunting kepada Pemerintah Daerah juga untuk mendorong konvergensi di tingkat kabupaten/kota dan desa/kelurahan.
"Proses dimulai dengan melakukan analisis situasi, pemetaan program dan kegiatan, penyusunan rencana kerja hingga monitoring dan evaluasinya," ungkapnya.
Sedangkan di tingkat desa, kata Bambang, konvergensi percepatan pencegahan stunting juga terus didorong. Menurutnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) telah menempatkan kegiatan terkait percepatan pencegahan stunting sebagai salah satu prioritas penggunaan Dana Desa.
"Kemendes telah merekrut Kader Pembangunan Manusia (KPM), sebgai kader yang membantu Pemerintah Desa melakukan konvergensi percepatan pencegahan stunting di desa. Saat ini sudah lebih dari 95 persen desa yang mempunyai Kader Pembangunan Manusia (KPM)," katanya.