Jumat 13 Nov 2020 05:52 WIB

Sambut HKN, Klaster Filantropi Kesehatan Diluncurkan

Klaster ini dibentuk dalam rangka meningkatkan kualitas program kesehatan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Peluncuran Klaster Filantropi Kesehatan ini digelar di sela-sela workshop “Menggali Potensi filantropi Untuk Andil Indonesia” yang digelar secara daring di Jakarta, Kamis (12/10)
Foto: Tangkapan layar
Peluncuran Klaster Filantropi Kesehatan ini digelar di sela-sela workshop “Menggali Potensi filantropi Untuk Andil Indonesia” yang digelar secara daring di Jakarta, Kamis (12/10)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional (HKN), Filantropi Indonesia bekerja sama dengan PKMK FK-KMK UGM dan Tahija Foundation meluncurkan Klaster Filantropi Kesehatan. Klaster ini dibentuk dalam rangka meningkatkan kualitas program kesehatan yang didukung, didanai, dan dikelola oleh lembaga-lembaga filantropi di Indonesia. 

Pembentukan Klaster ini juga diharapkan bisa membantu mengatasi dampak Kesehatan yang muncul akibat pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang tengah melanda Indonesia. Penanganan Covid-19 membutuhkan sumber daya dan dukungan dari filantropi. 

Baca Juga

Peluncuran Klaster Filantropi Kesehatan ini digelar di sela-sela workshop “Menggali Potensi filantropi Untuk Andil Indonesia” yang digelar di Jakarta, Kamis (12/10). Acara tersebut menghadirkan mantan menteri kesehatan Nafsiah Mboi sebagai pembicara utama dan dihadiri para pegiat filantropi Indonesia, khususnya yang bergerak di isu Kesehatan. Pada acara ini Filantropi Indonesia juga mengukuhkan dan mengenalkan PKMK FK-KMK UGM dan Tahija Foundation sebagai koordinator Klaster Filantropi Kesehatan kepada para pegiat filantropi.

Direktur Filantropi Indonesia Hamid Abidin mengatakan, pembentukan klaster Filantropi Kesehatan ini dinilai penting karena isu atau sektor kesehatan merupakan salah satu program yang banyak didukung oleh masyarakat, lembaga filantropi maupun sektor swasta. Di sisi lain, dia melanjutkan, kesehatan masih menjadi masalah utama di Indonesia yang membutuhkan banyak dukungan. 

Hamid mengatakan, problem kesehatan menjadi lebih kompleks manakala pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan ditetapkan sebagai bencana kesehatan. Ditengah krisis ekonomi dan pembatasan interaksi dan mobilitas karena kebijakan PSBB, filantropi dituntut untuk membantu pemerintah dalam mendukung penanganan Covid-19 dan dampak sosialnya. “Klaster Filantropi kesehatan ini diharapkan bisa menjadi forum bersama bagi lembaga-lembaga filantropi untuk andil dalam Indonesia Sehat melalui kegiatan riset, berbagi informasi, meningkatkan kapasitas, melakukan advokasi kebijakan, serta mengembangkan kolaborasi dengan sektor lainnya," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/11).

Sementara itu, Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FKKMK UGM) Laksono Trisnantoro menambahkan, filantropi kesehatan dibutuhkan karena kondisi sektor kesehatan di Indonesia berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Terutama dalam konteks kemampuan pemerintah untuk mendanai sektor kesehatan. 

Pertumbuhan cepat Gross Domestic Product (GDP) tidak seiring dengan bertambahnya Tax-Ratio. Walaupun GDP Indonesia sudah berada di atas Rp 14 ribu triliun, atau di atas 1 triliun dolar AS. Akan tetapi TaxRatio masih berkisar di antara 10 hingga 11 persen. Hal ini kemudian  menimbulkan masalah pada kemampuan pemerintah dalam mendanai program-program  pembangunan, termasuk layanan Kesehatan masyarakat. 

Fakta di dalam era Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), kebijakan jaminan kesehatan ini tidak mampu menambah besaran persentase GDP untuk kesehatan. Selama 10 tahun terakhir, ia mengungkapkan, telah terjadi penurunan share GDP untuk kesehatan yakni dari kisaran 3,5 persen menjadi 3,2-3,3 persen. 

Tuntutan dan kebutuhan dukungan sumber daya untuk sektor Kesehatan semakin meningkat manakala wabah Covid-19 melanda Indonesia. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan dana kebencanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendanai program pencegahan dan perawatan Covid-19, intervensi ini tentu masih belum cukup untuk menanggapi secara keseluruhan. 

“Dengan semangat gotong-royong dan solidaritas yang meningkat di masyarakat pada masa pandemi Covid-19, filantropi memiliki peran yang besar dalam melengkapi kehadiran program pemerintah karena sifat aksinya yang fleksibel dan cepat,” kata Laksono.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement