Rabu 04 Nov 2020 15:43 WIB

Pakar Nilai UU Cipta Kerja Layak Digugat

Ada cacat sejak awal pembahasan hingga penandatanganan UU Cipta Kerja.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari
Foto: Republika/Prayogi
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sangat layak untuk digugat. Sebab, ia menilai, ada cacat sejak awal pembahasan hingga penandatanganan UU Cipta Kerja.

"Prosedur dan substansi berkaitan satu sama lain. Prosedur yang salah dapat membatalkan undang-undang, begitu pula substansi bermasalah," ujar Feri saat dihubungi, Rabu (4/11).

Baca Juga

Penghapusan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang sebelumnya ada dalam UU Cipta Kerja juga dinilainya melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Badan Legislasi (Baleg) DPR memang menyebut pasal tersebut sebenarnya memang dihapus dari UU Cipta Kerja sesuai dengan keputusan panitia kerja (Panja). "Menghapus pasal (setelah disahkan dalam rapat paripurna) tidak boleh. Ini sudah sangat telanjang kesalahan formalnya, ini memalukan," ujar Feri.

Apalagi, ia mengatakan, masih adanya kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo meski Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan itu masalah teknis yang tidak mengubah substansi. "Perbaikan sekarang itu kian menunjukan prosedur pembentukan undang-undang asal-asalan. Ini undang-undang, bukan ban bekas yang bisa divulkanisir ulang," ujar direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Dalam naskah UU Cipta Kerja yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo, terdapat kesalahan di Pasal 6 yang berbunyi, "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi; a. penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; c. penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan d. penyederhanaan persyaratan investasi."

Janggalnya, Pasal 6 UU Cipta Kerja merujuk Pasal 5 ayat (1). Namun, Pasal 5 tidak memiliki satu ayat pun. Penjelasan Pasal 5 UU Cipta Kerja hanya berbunyi, "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.”

Kesalahan lainnya terdapat di Pasal 53 pada halaman 757. Pada ayat (5) yang berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden. 

Ayat 5 Pasal 53 seharusnya merujuk pada ayat 4 bukan 3 seperti yang tertulis dalam naskah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement