REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan tak ada aturan penerapan ‘Karyawan Kontrak Seumur Hidup’ dalam Undang-Undang Cipta Kerja. UU Ciptaker yang telah diteken Presiden Joko Widodo menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT masih dibatasi waktunya.
Hal itu tertuang dalam Pasal 56 ayat 4 UU Cipta Kerja. Pada pasal tersebut dijelaskan, ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
“Siapa bilang PKWT seumur hidup? PKWT masih dibatasi waktunya dan akan ditentukan melalui PP,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP Fajar Dwi Wisnuwardhani dikutip siaran pers KSP, Rabu (4/11).
Fajar mengatakan, dalam hal pembatalan PKWT karena adanya masa percobaan, selain batal demi hukum, UU Cipta Kerja juga melegalkan penghitungan masa kerja yang sudah dilakukan. Penjelasan ini tercantum pada Pasal 58 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung”.
Selain itu, ia juga meminta masyarakat tidak khawatir terhadap persoalan pesangon. UU Cipta Kerja, kata dia, tetap menerapkan sistem pesangon bagi masyarakat pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Fajar menyebut, dalam Pasal 61A UU Cipta Kerja dijelaskan bahwa pekerja PKWT bisa mendapatkan kompensasi yang perhitungannya mirip dengan pesangon. Seperti pada Pasal 61A ayat 1 yang berbunyi “Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/ buruh”.
Hal itu juga ditegaskan kembali pada Pasal 61A ayat 2 yang berbunyi “Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, pada Pasal 61A ayat 3 menjelaskan bagaimana uang kompensasi tersebut akan diatur kembali dalam Peraturan Pemerintah”.
Fajar mengatakan, UU Cipta Kerja juga menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar pesangon pekerjanya. Dalam Pasal 185 UU Cipta Kerja dijelaskan akan ada pidana bagi yang tidak membayar pesangon. Bahkan, pekerja bisa meminta PHK dengan pesangon jika ada masalah dengan pelanggaran norma kerja oleh pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 154A ayat g.
Selain itu, Fajar menyatakan, UU Cipta Kerja menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan dapat segera masuk lagi dalam dunia kerja. “Ini dilakukan melalui pelatihan dan konseling, serta tentu saja cash benefit yang nilainya diperhitungkan berdasarkan upah terakhir,” kata Fajar.
Menurut dia, struktur dan skala upah menjadi hal yang wajib dalam UU Cipta Kerja. Sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kompetisi yang sehat di antara pekerja sesuai dengan Pasal 92 UU Cipta Kerja.