REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kawasan Malioboro, Yogyakarta, akan menjadi zona bebas kendaraan bermotor. Pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro namun memiliki tanggapan berbeda terhadap rencana tersebut yang akan diujicoba hingga 15 November itu.
Salah satu PKL di Malioboro, Sudarso (49 tahun) menyatakan ketidaksetujuannya dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, Malioboro bebas kendaraan selama dua pekan membuat wisatawan semakin sedikit datang ke Malioboro.
Sedikitnya pengunjung tentu berdampak kepada penjualannya. Sebab, uji coba Malioboro bebas kendaraan ini sebelumnya hanya dilakukan tiap Selasa Wage.
"Saya tidak setuju karena saya kerepotan juga. Kalau tidak berdampak kepada pedagang, saya tidak masalah (dengan uji coba yang dilakukan). Namanya pedagang ya berpengaruh, kalau tamu tidak ada jadi sepi (penjualan)," katanya kepada Republika saat ditemui di Malioboro, Selasa (3/11).
Sementara itu, seorang pengemudi becak motor, Supri (60 tahun), tidak mempermasalahkan uji coba ini. Becak dan andong sendiri masih diperbolehkan masuk dalam kawasan Malioboro.
Ia setuju dengan kebijakan bebas kendaraan bermotor, asalkan masih diperbolehkan untuk mangkal di Malioboro. Sebab, pusat kedatangan terbesar wisatawan di Kota Yogyakarta ada di Malioboro.
"Yang penting masih bisa di Malioboro narik tidak masalah. Soalnya kita mencari makan di Malioboro. Kalau tidak diperbolehkan, ya bagaimana, rumahnya di sini, wisatawan di sini, mangkalnya di sini," kata Supri.
Supri sendiri sudah lebih dari 30 tahun menarik becak di kawasan Malioboro. Pendapatannya pun tidak seberapa.
Di luar hari libur, per hari ia hanya mendapat penghasilan sekitar Rp 50 ribu per hari. Di hari libur, ia bisa mendapatkan paling besar Rp 100 ribu per hari.
Menurut Supri, di luar hari libur kedatangan wisatawan memang sedikit. Bahkan, jumlah wisatawan lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pengemudi becak.
Untuk itu, ia berharap dijadikannya Malioboro sebagai kawasan bebas kendaraan bermotor tidak berdampak kepada penghasilannya. "Tiap hari narik di Malioboro, kadang-kadang tidak dapat penumpang. Total becak di Malioboro ada 200 lebih, dibanding wisatawan kalau hari biasa seperti ini lebih banyak tukang becak banyak dari pengunjung," jelasnya.
Plt Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made Dwi Panti Indrayanti, mengatakan pemberlakukan rekayasa lalu lintas di kawasan Malioboro dilakukan dengan skema berlawanan arah jarum jam (giratori). Jadi diberlakukan satu arah di sekitar Malioboro yaitu Mayor Suryotomo, Jalan Mataram, Jalan Abu Bakar Ali, Jalan Pembela Tanah Air, dan Jalan Letjen Suprapto.
"Untuk Jalan Malioboro, kami hanya memperkenankan kendaraan tidak bermotor yang boleh melintas kecuali bus Trans Jogja, kendaraan kepolisian, kendaraan layanan kesehatan, pemadam kebakaran dan kendaraan patroli," ujar Made.
Pada Selasa (3/11) ini, rekayasa lalu-lintas di Jalan Malioboro akan diterapkan mulai 11.00-22.00. Sedangkan jalan di luar Malioboro akan berlaku 24 jam. Begitu pun dengan pemberlakuan satu arah untuk jalan selain Malioboro yang juga 24 jam. Walaupun begitu, untuk Jalan Malioboro setelah 3 November 2020, rekayasa lalu-lintas akan dilakukan mulai 06.00-22.00.
Sehingga, waktu bongkar muat barang bagi pelaku usaha dapat dilakukan setelah pukul 22.00 malam sampai sebelum 06.00 WIB pagi. "Kami ingin tetap membantu semua aktivitas yang nanti berjalan, termasuk membantu PKL yang ada di sana karena akan banyak wisatawan yang datang menikmati. Semoga ini dapat juga menumbuhkan perekonomian," jelasnya.
Terkait ketersediaan kantong parkir, Made menekankan, memang dibutuhkan ruang parkir. Sebab, berapapun ruang parkir yang disediakan, sepertinya tidak bisa memenuhi kebutuhan parkir. Walaupun, sudah ada di Abu Bakar Ali, Ngabean, Pasar Sore dan Ramai Mal.
Untuk itu, diharapkan adanya pemanfaatan angkutan umum. Tidak hanya warga Yogyakarta, namun juga oleh wisatawan.
Made juga berharap, uji coba ini menjadi yang terakhir sebelum Malioboro akhirnya jadi kawasan pedestrian murni. Sebba, selama diberlakukan uji coba rekayasa ini akan terus dilakukan monitoring dan evaluasi. "Kita harus mendukung kondisi kota kita itu nyaman aman, apalagi mengingat Malioboro berada di sumbu filosofis yang menjadi bagian dari kawasan World Heritage," ujarnya.