Selasa 03 Nov 2020 15:05 WIB

Di Balik Jumlah Pengetesan Spesimen yang Menurun

Penurunan kasus positif bisa jadi semu karena faktor pengetesan menurun.

Warga menjalani tes usap atau swab test. Beberapa hari terakhir jumlah pengetesan spesimen Covid-19 di Tanah Air terus menurun, libur panjang menjadi salah satu penyebabnya.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Warga menjalani tes usap atau swab test. Beberapa hari terakhir jumlah pengetesan spesimen Covid-19 di Tanah Air terus menurun, libur panjang menjadi salah satu penyebabnya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra

Libur panjang di akhir Oktober membuat pengetesan Covid-19 menurun jumlahnya. Penurunan pengetesan berimbas kepada menurunnya jumlah kasus positif Covid-19 pula. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku penurunan pelaporan disebabkan oleh keterlambatan pelaporan dari daerah.

Baca Juga

"Kami masih menduga ada beberapa spesimen yang tertunda pemeriksaannya karena ada cut off jam 12. Sehingga liburan panjang ini tampaknya membuat pelaporannya tertunda," kata Staf Khusus Menteri Kesehatan RI Bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Alexander Kaliaga Ginting, saat berbicara di konferensi program penguatan tracing Covid-19 di 10 provinsi prioritas, Selasa (3/11).

Selain itu, Alexander menyebut keterbatasan jumlah personel di laboratorium untuk melakukan pencatatan dan pelaporan. Ia mengakui ini menjadi masalah karena di laboratorium ada pembagian posisi juru pemeriksaan analis, atau petugas yang melakukan recording, dan ada yang melakukan reporting.

Akibatnya, pihaknya menduga kurangnya tenaga juga membuat jumlah pemeriksaan spesimen secara administrasi belum direkapitulasi. Kemudian setelah direkapitulasi tertunda saat pengiriman di pusat data.

Artinya, ia mengaku penurunan testing bukan berarti sampel spesimen tidak diambil atau tidak dikirim, melainkan laporannya yang tertunda. "Jadi harusnya terintegrasi dan harus dilakukan pembinaan sumber daya manusia (SDM) sehingga data (spesimen) tidak terputus," katanya.

Kemarin, pemerintah merilis ada penambahan 2.618 kasus konfirmasi positif Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Ini adalah kali ketiga penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia berada pada angka 2.000-an, setelah yang terakhir kali sempat tercatat pada 7 September 2020 dengan 2.880 kasus. Setelah tanggal tersebut, kasus Covid-19 selalu bertambah di atas 3.000 orang per hari.

Bahkan sejak pertengahan September sampai akhir Oktober, penambahan kasus harian di atas 4.000 orang jamak ditemukan. Puncaknya, 4.850 kasus baru dilaporkan pada 8 Oktober 2020. Namun setelahnya, berangsur-angsur grafik penambahan kasus harian Covid-19 mulai melandai.

Hingga akhirnya pada Jumat (30/10) lalu, kasus baru kembali tercatat 'rendah' dengan 2.897 kasus dan Ahad (1/11) dengan 2.696 kasus.

Namun, kondisi ini belum membawa kesimpulan bahwa pandemi Covid-19 mulai mereda. Satgas Penanganan Covid-19 sempat menyebutkan, Indonesia masih punya risiko lonjakan kasus setelah libur panjang pada akhir pekan ini. Bila pemeriksaan dan pelacakan dilakukan secara konsisten oleh pemerintah, maka potensi lonjakan kasus tetap ada.

Meski belum ada pernyataan resmi dari pemerintah, turunnya jumlah kasus baru pada hari ini juga seiring dengan anjloknya kapasitas pemeriksaan spesimen. Satgas Penanganan Covid-19 merilis, jumlah spesimen yang diperiksa per 2 November pukul 12.00 WIB sebanyak 26.661 spesimen.

Angka tersebut jauh di bawah kemampuan pemeriksaan. Pada 1 November, spesimen yang diperiksa hanya 23.208 spesimen. Lalu pada Sabtu (31/10) pemeriksaan spesimen sebanyak 29.001 spesimen.

Pada 28 Oktober padahal jumlah pemeriksaan spesimen masih tergolong tinggi yaitu 40.572. Namun angkanya terus menurun menjadi 34.317 pada 29 Oktober, lalu pada 30 November turun lagi hingga 24.854 spesimen. Padahal Indonesia sudah pernah mencapai rekor pemeriksaan spesimen yakni di kisaran 37 ribu.

Sementara itu, jumlah suspek juga menurun menjadi 59.500 orang pada kemarin. Angka ini lebih rendah dari jumlah suspek pada Ahad (1/11) kemarin sebanyak 61.215 orang. Secara umum, jumlah suspek memang dilaporkan terus menurun. Penurunan paling signifikan terjadi pekan lalu, dari 169.833 orang suspek pada Rabu (28/10) menjadi 68.888 orang suspek pada Kamis (29/10).

Dari penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta menyumbang angka tertinggi dengan 1.024 kasus. Jawa Barat menyusul di posisi kedua dengan 341 kasus baru, Jawa Timur dengan 284 kasus, Jawa Tengah dengan 248 kasus, dan Sumatra Barat dengan 178 kasus.

Selain jumlah kasus harian yang menurun drastis, jumlah pasien sembuh juga semakin bertambah banyak. Tercatat, ada 3.624 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh hari ini. Sehingga jumlah kumulatif pasien yang sembuh dari Covid-19 sebanyak 345.566 orang.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta publik untuk menilai kasus Covid-19 tidak hanya melihat jumlah spesimen yang diperiksa atau suspek yang menunggu hasil. Yang terpenting saat melihat data kasus Covid-19 adalah jumlah orang yang sakit atau terinfeksi.

"Covid-19 tidak hanya diilihat berapa jumlah kasus positif atau spesimen yang diperiksa. Yang paling penting untuk dinilai adalah orang yang sakit," ujar Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto.

Ia meminta publik bisa melihatnya dengan cara kasar, yaitu jika jumlah spesimen yang dites sedikit tetapi kalau jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit meningkat artinya terjadi sesuatu. Faktanya, dia menambahkan, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) di Jakarta memang turun sekitar 30-40 persen dalam dua pekan terakhir. Bahkan, ia mengaku dulu pernah memeriksa pasien terinfeksi Covid-19 yang jumlahnya hingga 90 persen, namun kini hanya 60 persen.

"Jadi, dokter melihat orang yang sakit. Kalau yang sakit naik, otomatis angka kesakitan meningkat kan," katanya.

Oleh karena itu, IDI mengapresiasi upaya pemerintah untuk menurunkan kasus baru Covid-19. Penurunan kasus Covid-19 diakuinya meringankan beban dokter. Kendati demikian, IDI meminta pemerintah tidak terlena dengan keberhasilan ini.

Sebab, dia melanjutkan, kasus Covid-19 masih fluktuatif dan belum diketahui puncak kasusnya. Ia juga meminta masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M seperti memakai masker, mencuci tangan memakai sabun, dan menjaga jarak.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mencatat, pasien terinfeksi virus corona SARS-CoV2 yang dirawat di fasilitas kesehatan non-pemerintah cenderung menurun. Kendati demikian, ARSSI telah menyiapkan jika terjadi lonjakan pasien Covid-19, termasuk menambah tempat tidur.

"Memang pasien cenderung menurun di beberapa rumah sakit swasta," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Iing Ichsan Hanafi, Senin (2/11).

Ia menganalisa penyebab penurunan pasien Covid-19 bisa terjadi akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan di daerah-daerah atau pengetahuan masyarakat yang semakin baik menerapkan protokol kesehatan untuk menjaga diri agar terhindar dari Covid-19. Ia berharap kasus Covid-19 bisa tetap melandai dan tidak meningkat ke depannya. Kendati demikian, pihaknya tetap melakukan antisipasi jika terjadi lonjakan pasien.

"Mulai dari menyiapkan manajemen penunjang seperti fasilitas tempat tidur, kamar. Kemudian kami juga sudah menyediakan obat-obatan," katanya. Bahkan, dia melanjutkan, tenaga kesehatan juga telah disiapkan.

Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, juga mencatat pasien yang terinfeksi dan dirawat terus mengalami penurunan per Senin (2/11). Keterisian pasien di tower 6 dan 7 kini sebanyak 36,3 persen, kemudian tower 4 dan 5 menurun menjadi 23,4 persen.

Koordinator RS Darurat Covid-19 Mayjen TNI Tugas Ratmono mengatakan, hunian di Wisma Atlet yang tower 4 dan 5 sebagai flat isolasi mandiri, kemudian tower 6 dan 7 sebagai tempat perawatan yang ringan dan sedang pasien Covid-19 menurun dalam kurun waktu sebulan terakhir. "Keterisian pasien di tower 4 dan 5 saat akhir September kemarin bisa diatas 80 persen, bahkan Tower 6 dan 7 juga sama. Kemudian keterisian di tower 6 dan 7 saat ini turun jadi 36,3 persen, sementara tower 4 dan 5 berkurang jadi 23,4 persen," katanya.

Ia menganalisa ada berbagai faktor yang menyebabkan keterisian pasien di RSD Wisma Atlet menurun. Pertama memang pertambahan pasien yang menurun dibandingkan sebelumnya, kemudian pasien yang keluar lebih banyak yang berdampak pada angka kesembuhan yang meningkat. PSBB yang lebih ketat juga mempengaruhi faktor menurunnya jumlah kasus.

photo
Lonjakan Kasus dari Libur Panjang - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement