REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) mendukung upaya peningkatan kemandirian penyandang disabilitas atau difabel melalui penerapan terapi seni dalam pelayanan pendidikan dan pelatihan.
"Ini bisa membangkitkan respek terhadap kondisi mereka yang memiliki kemampuan berbeda. Maka itu, saya menekankan ke Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial untuk menjadikan art therapy(terapi seni) sebagai kurikulum," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat dalam siaran pers kementerian yang diterima di Jakarta, Ahad (1/11).
"Karena akan ada peningkatan level, bukan sekadar terampil tapi ahli," ia menambahkan.
Harry menghadiri acara penandatanganan nota kesepahaman antara UKM Creative Business Of Difable Community (CIDCO) dan Artherapy Center Widyatama Bandung dengan Yayasan Komunitas Tionghoa Peduli dan PT Lintas Sinergi Jabarindo dalam program kerja bidang industri kreatif di Artherapy Center Widyatama, Kota Bandung, Sabtu (31/10).
CIDCO dan Artherapy Center Widyatama Bandung menyelenggarakan pendidikan selevel Diploma 3 bagi penyandang disabilitas dan menggunakan pendekatan terapi seni dalam kegiatan pendidikan bagi difabel.
"Ketika penyandang disabilitas masuk di Artherapy Center, mereka akan mendapat sertifikat kompetensi, sehingga mereka mampu bersaing di dunia industri," tutur Harry.
Kementerian Sosial menyatakan akan mendukung upaya pengembangan pendidikan difabel berbasis terapi seni, antara lain dengan meningkatkan kapasitas Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitasdi bawah Kementerian Sosial.
Penasihat Artherapy Center Widyatama dan Ketua Dewan Penasehat CIDCO Anne Nurfarina menerangkan, terapi seni merupakan metode dengan fleksibilitas tinggi untuk membangkitkan kemampuan fitrah penyandang disabilitas.
"Contoh adalah autistik, karena mereka memiliki hambatan di komunikasi. Kami menggunakan metode membangun respons komunikasi agar terjadi interaksi, lalu kami memberikan pengetahuan untuk mengubah stigma bahwa kecerdasan itu bukan hanya jago matematika," kata Anne.
Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan Widyatama Sri Juniati mengatakan bahwa penanganan masalah sosial tidak bisa dilakukan sendiri oleh keluarga dan komunitas, namun membutuhkan dukungan kuat dari pembuat kebijakan.
"Hadirnya Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial mempertegas tidak hanya kehadiran fisik, tapi keberlanjutan untuk sekarang dan masa mendatang. Kami berharap para penyandang disabilitas ini bisa semakin mandiri dan menjadi inspirator bagi masyarakat luas," katanya.